Sejarah berdirinya PMII PMII, yang sering kali disebut Indonesia Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ad...
Sejarah berdirinya PMII
PMII, yang sering kali disebut Indonesia Moslem Student
Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU
(Nahdatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Pengurus Tinggi Ikatan
Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) yang juga anak NU. Status anak cucu ini pun
diabadikan dalam dokumen kenal lahir yang dibuat di Surabaya tepatnya di Taman
Pendidikan Putri Khodijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal
21 Syawal 1379 H.
Meski demikian, tidak berarti lahirnya PMII berjalan mulus,
rintangan dan hambatan menjadi bagian tak terpisahkan di dalamnya. Hasrat atau
panggilan nurani mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi tersebut sudah lama
bergejolak, namun pihak PBNU belum memberikan Green Light. PBNU belum meganggap perlu adanya organisasi yang secara
nyata mewadahi anak-anak NU yang belajar di Perguruan Tinggi.
Namun, kemauan anak-anak muda itu tak pernah kendor, bahkan
terus berkobar dari kampus ke kampus. Bisa dimengerti karena kondisi sosial
politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk mendirikan
organisasi baru. Banyak organisasi mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung
induknya misalnya SEMII (dengan PSII), KMI (dengan PERTI), HMI (dengan
MASYUMI), IMM (dengan MUHAMMADIYAH) dan HIMMAH (dengan WASHLIYAH) serta masih
banyak lagi. Wajar jika anak-anak NU kemudian ingin mendirikan wadah sendiri
dan bernaung dibawah panji NU. Dan benar, keinginan itu kemudian diwujudkan
dalam bentuk:
Pertama, Ikatan Mahasiswa NU (IMANU)
yang diprakarsai oleh Wa‘il
Harits Sugianto pada bulan Desember 1955 di Jakarta. Namun IMANU tak berumur
panjang, karena PBNU secara tegas menolak keberadaannya. Tindakan keras itu
karena pada waktu itu IPNU baru saja lahir, yakni pada tanggal 24 Februari
1954. Apa jadinya jika baru lahir saja belum terurus sudah terburu menangani yang
lain, logika yang dibangun oleh PBNU. Jadi keberadaan PBNU bukan pada prinsip
berdiri atau tidak adanya IMANU tapi lebih merupakan pertimbangan waktu,
pembagian tugas dan efektifitas waktu.
Kedua, sekelompok mahasiswa Nahdliyin yang berdomisili di
kota Surakarta, Jawa Tengah, yang diprakasai oleh sahabat H. Mustahal Ahmad
sempat mendirikan organisasi yang diberi nama KMNU (Keluarga Mahasiswa
Nahdlatul Ulama) Surakarta pada tahun 1955. Bahkan KMNU ini merupakan
organisasi mahasiswa Nahdliyin yang mampu bertahan sampai lahirnya PMII
pada tahun 1960.
Ketiga, di Bandung juga ada usaha serupa, yakni untuk mendirikan
wadah dengan nama PMNU (Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama). Dan masih banyak
lagi kota kota lain dimana ada perguruan tinggi yang mempunyai gejala yang
sama, tetapi pimpinan IPNU tetap membendung usaha tersebut dengan suatu
pemikiran bahwa pimpinan pusat IPNU akan lebih mengintensifkan pada usaha usaha
mengadakan penelitian pada dua permasalahan pokok, yaitu: a). Seberapa besar
potensi mahasiswa NU; b) Sampai seberapa jauh kemampuan untuk berdiri sebagai
organisasi.
Konferensi
Besar IPNU pada tanggal 14-16 Maret 1960 di Kaliurang Jogjakarta kemudian
menjadi cikal bakal pendirian suatu organisasi mahasiswa yang terlepas dari
IPNU baik secara struktural maupun administratif yang kemudian diberi nama
PMII. Dan pada waktu selanjutnya untuk menyatukan tekad bulat pendirian
organisasi itu berkumpulah tokoh-tokoh mahasiswa NU di Taman Pendidikan Khodijah
Surabaya.
Kemudian dibentuk panitia sponsor pendiri organisasi
mahasiswa yang terdiri dari 13 orang dengan tugas melaksanakan musyawarah
mahasiswa nahdiyin se-Indonesia di Surabaya dengan batas waktu 1 (satu) bulan
pasca keputusan tersebut.
Adapun ke 13 (tiga belas) sponsor pendiri organisasi
mahasiswa itu sebagai berikut: Chalid Mahardi (Jakarta), Said
Budairy (Jakarta), M. Sobich Ubaid (Jakarta), M.
Makmun Syukri (Bandung), Hilman (Bandung), H. Ismail Makky
(Yogyakarta), Munsif Nahrawi (Yogyakarta), Nuril
Huda Suaidy (Surakarta), Laily Mansur (Surakarta), Abd.
Wahab Jailani (Semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M.
Cholid Narbuko (Malang) dan Ahmad Husain (Makassar).
Sebelum melanjutkan pada musyawarah yang akan dilaksanakan,
panitia perumus yang diwakili oleh Hizbullah Huda, M. Said Budairi, dan Ma’mun
Syukri terlebih dahulu sowan kepada sesepuh, KH. Dr. Idham Cholid selaku Ketua
Umum Partai Nahdlatul Ulama pada 19 Maret 1960 guna meminta Ridlo dan
nasihat-nasihat. Dalam pertemuan itu, KH. Idham Cholid sangat mengapresiasi
niat yang akan ditempuh oleh mahasiswa untuk mendirikan organisasi
kemahasiswaan tersebut. Banyak nasihat-nasihat yang diberikan oleh KH. Idham
Cholid kepada perwakilan panitia perumus tersebut, di antaranya: anjuran untuk
menjadi mahasiswa yang berprinsip mengamalkan ilmu untuk masyarakat, bukan ilmu
untuk ilmu, serta menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Pada tanggal 14-16 April 1960 digelarlah Musyawarah
Mahasiswa Nahdlatul Ulama di kota pahlawan Surabaya, bertempat di sekolah
Muallimat NU yang sekarang menjadi Yayasan Khadijah Surabaya. Hasil musyawarah
tersebut memutuskan beberapa gagasan terkait pentingnya dibentuk organisasi
kemahasiswaan NU. Maka, resmi diputuskan untuk membentuk organisasi PMII
(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sekaligus menyusun Peraturan Dasar PMII
dan Program Kerja PMII, dibentuk pula struktur kepengurusan PMII tersebut
dengan H. Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, A. Chalid Mawardi sebagai ketua 1
dan Said Budairi sebagai sekretaris umum, dan kepada merekalah diserahkan
kewajiban untuk menyususun struktur Pimpinan Pusat Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia.
COMMENTS