MAKALAH Peran Walisongo Dan Peradaban Islam Di Indonesia Disusun un...
MAKALAH
Peran Walisongo
Dan Peradaban Islam Di Indonesia
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peradaban Islam
DosenPengampu
:
Suryadi, M.A
Disusun oleh:
Fikri Nabil Muzakki (D20191065)
Yoda Yusron
Ma’ruf (D20191096)
Milika
Khoirun Nisa’i (D20191084)
Fiqi
Nur Hidayah (D20191069)
Husain
Muhdlor (D20191079)
M.
Ghozi Amanulloh (D20191059)
FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN
PENYIARAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
Jl. Mataram No. 01. Mangli Kaliwates Jember
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Peran Walisongo Dan Peradaban
Islam Di Indonesia. Meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami juga berterima kasih
kepada Bapak Suryadi Suryadi, M.A
selaku dosen mata Peradaban Islam Dan Islam
Nusantara yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Peran Walisongo Dan Peradaban
Islam Di Indonesia.. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi memperbaiki makalah yang kami buat, dimasa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini bisa dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri ataupun orang lain yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.
Jember, 5 Desember 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 3
BAB 1PENDAHULUAN............................................................................ 4
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 6
2.1 Sejarah Walisongo.................................................................................... 6
2.2 tokoh-tokoh
Walisongo............................................................................ 6
2.3 Peran Walisongo dalam
Peradaban Islam di Indonesia......................... 13
2.4 Kemajuan Islam Periode Wali Songo.................................................... 13
BAB III
PENUTUP................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 16
3.2 Saran....................................................................................................... 16
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dengan cepat. Dalam waktu 23
tahun, islam sudah tersebar ke seluruh jazirah arabia berkat dakwah nabi
Muhammad SAW. Cepatnya penyebaran islam itu tidak berarti bahwa dakwah yang
dilakukkan nabi berjalan mulus begitu saja. Banyak halangan dan rintangan berat
yang dihadapi beliau dari kaum kafir Quraisy. Semenjak Rasulullah meninggal,
banyak sahabat beliau yang melanjutkan dakwah dan menyebarkan agama islamke
seluruh penjuru dunia. Begitupun di Indonesia, agama Islam masuk melalui
perdagangan oleh pedagang asal India.
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat
dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota
bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang
membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat agama
yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa.
Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut.
Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi
dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah.
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan
Majapahit runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut
merupakan masa peralihan kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan
penganut agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan
sebutan Wali. Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu
dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep
pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. Adapun Sembilan
orang wali yang dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri,
Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.
B. Rumusan
Masalah
a. Apa pengertian wali songo?
b. Bagaimana peran walisongo dalam penyebaran
islam di Indonesia?
c. Bagaimana mengetahui kemajuan islam periode wali Songo?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui siapa saja tokoh
walisongo tersebut
b. Untuk mengetahui
dengan jelas peranan Wali Songo dalam peradaban Islam di Indonesia.
c. Untuk mengetahui kemajuan islam periode
walisongo
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Tentang Walisongo
Walisongo
secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat “Wali”,
suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa
sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki
peringkat wali. Para wali tersebut tidak hidup secara bersamaan. Namun
satu sama lain memiliki keterkaitan yang sangat erat, bila tidak dalam ikatan
darah juga dalam hubungan guru-murid.
2.2 Adapun penjelasan
tokoh-tokoh Walisongo adalah sebagai berikut
1. Sunan
Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)
Syekh Maulana Malik
Ibrahim berasal dari Turki, dia adalah seorang ahli tata negara yang ulung.
Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh
sebelum beliau datang, islam sudah ada walaupun sedikit, ini dibuktikan dengan
adanya makam Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082.
Dikalangan rakyat jelata Sunan Gresik atau
sering dipanggil Kakek Bantal sangat terkenal terutama di kalangan kasta rendah
yang selalu ditindas oleh kasta yang lebih tinggi. Sunan Gresik menjelaskan
bahwa dalam Islam kedudukan semua orang adalah sama sederajat hanya orang yang
beriman dan bertaqwa tinggi kedudukannya di sisi Allah. Dia mendirikan
pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat mendidik dan menggenbleng para
santri sebagai calon mubaligh.
Di Gresik, beliau juga memberikan
pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik semakin meningkat. Beliau
memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan
ladang. Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang walisongo yang dianggap
sebagai ayah dari walisongo. Beliau wafat di gresik pada tahun 882 H atau 1419
M.
2. Sunan
Ampel (Raden Rahmat)
Raden Rahmat adalah
putra Syekh Maulana Malik Ibrahim dari istrinya bernama Dewi
Candrawulan. Beliau memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di
Ampel Denta, dekat dengan Surabaya. Di antara pemuda yang dididik itu tercatat
antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan pertama Kesultanan
Islam Bintoro, Demak), Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri dan
dikenal sebagai Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.
Menurut Babad
Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana
Manjapahit, bahkan istrinya pun berasal dari kalangan istana Raden Fatah, putra
Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi murid Ampel. Sunan Ampel tercatat
sebagai perancang Kerajaan Islam di pulau Jawa. Dialah yang mengangkat Raden
Fatah sebagai sultan pertama Demak. Disamping itu, Sunan Ampel juga ikut
mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479 bersama wali-wali lain.
Pada awal islamisasi
Pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan agar masyarakat menganut keyakinan yang
murni. Ia tidak setuju bahwa kebiasaan masyarakat seperti kenduri, selamatan,
sesaji dan sebagainya tetap hidup dalam sistem sosio-kultural masyarakat yang
telah memeluk agama Islam. Namun wali-wali yang lain berpendapat bahwa untuk
sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan karena masyarakat sulit
meninggalkannya secara serentak. Akhirnya, Sunan Ampel menghargainya. Hal
tersebut terlihat dari persetujuannya ketika Sunan Kalijaga dalam
usahanya menarik penganut Hindu dan Budha, mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah
yang diberi warna Islam. Dan beliau wafat pada tahun 1478 dimakamkan disebelah
masjid Ampel.
3. Sunan
Bonang (Raden Makdum Ibrahim)
Nama aslinya adalah Raden
Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli
ilmu kalam dan tauhid. Beliau dianggap sebagai pencipta gending pertama
dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Setelah
belajar di Psai, Aceh, Sunan Bonang kembali ke Tuban, Jawa Timur, untuk
mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang menjadi muridnya berdatangan
dari berbagai daerah.
Sunan Bonang dan para
wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan
corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik
gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah
Islam, dengan menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan ciptaan
para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT. dan tidak
menyekutukannya. Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain (ucapan dua
kalimat syahadat); gamelan yang mengirinya kini dikenal dengan istilah sekaten,
yang berasal dari syahadatain. Sunan Bonang sendiri menciptakan lagu yang
dikenal dengan tembang Durma, sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang,
bengis, dan penuh amarah. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M.
4. Sunan
Giri
Sunan Giri merupakan putra
dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja.
Kebesaran Sunan Giri terlihat antara lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama
Sunana Giri tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam pertama
di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan berdirinya
negara itu serta terlibat dalam penyerangan ke Majapahit sebagai
penasihat militer.
Sunan Giri atau Raden
Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan membagikan barang dagangan kepada
rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah bertafakkur di goa
sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah. Usai bertafakkur
ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari daerah
yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa
Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu
dia mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri. Tidak berselang
lama hanya daam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi seluruh
Nusantara. Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa
atau nusantara baik dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang tau
bersama muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil
yang bernafas Islami, seperti jemuran, cublak suweng dan lain-lain.
5. Sunan
Drajat
Nama aslinya adalah Raden
Syarifudin. Ada suber yang lain yang mengatakan namanya adalah Raden Qasim,
putra Sunan Ampel dengan seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi Raden Qasim
itu adalah saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Oleh ayahnya yaitu
Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk berdakwah di daerah sebalah barat
Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan Tuban.
Di desa Jalang itulah
Raden Qasim mendirikan pesantren. Dalam waktu yang singkat telah banyak
orang-orang yang berguru kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalag, Raden
Qasim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan kira-kira sejauh
satu kilometer dari desa Jelag itu. Di sana beliau mendirikan Mushalla atau
Surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun tinggal di
daerah itu, beliau mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke satu bukit. Dan di
tempat baru itu belaiu berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu
dengan menabuh seperangkat gamelanuntuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu
diberi ceramah agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim dalam mengadakan
pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media
dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik
di museum di dekat makamnya.
6. Sunan
Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden
Sahid, beliau putra Raden Sahur putra Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Raden
Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi
tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan,
hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kpeada
rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicampuk 100
kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain
mengembara, ia bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang. Lalau
Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh menunggui tongkatnya di depan
kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid
disebut Sunan Kalijaga.
Sunan kalijaga
menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang,
sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh
para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan
mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran
Islam sekalipun, karena pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian
itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang.
Ia tidak pernah meminta
para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang
masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu
disispkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam
7. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq)
Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah
Kudus dan sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang agama,
terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika. Karena itulah
di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali al-‘ilm (wali
yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak
penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan Kudus
pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa memberantas
penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu, oleh
pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina,
namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau Jawa, dan
oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa
ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid itu diberi nama Masjid
Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah sekitanya diganti dengan
nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-Quds. Dalam
melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan
berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending
Makumambang dan Mijil. Cara-cara
berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a. Strategi
pendekatan kepada masa dengan jalan
1. Membiarkan
adat istiadat lama yang sulit diubah
2. Menghindarkan
konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam
3. Tut
Wuri Handayani
4. Bagian
adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
b. Merangkul
masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu
sapi adalah binatang suci dan keramat.
c. Merangkul
masyarakat Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus
mendirikan padasan tempat wudlu denga pancuran yang berjumlah delapan, diatas
pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan
ajaran Budha “ Jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
d. Selamatan
Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membacakan
sejarah Nabi.
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M dan
dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus terukir kalimat asmaul
husna yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa
dalam menyiarkan agama Islam di pedesaab Pulau Jawa adalah Sunan Muria. Beliau
lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan
makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus sekarang).
Beliau adalah putra dari
Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah
ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat menganbil ikan tidak
sampai keruh airnya. Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau
adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya
wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah dan
beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom dan kinanthi. Beliau banyak
mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino,
ngatus dino dan sebagainya.
Lewat tembang-tembang
yang diciptakannya, sunan Muria mengajak umatnya untuk mengamalkan ajaran
Islam. Karena itulan sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata daripada
kaum bangsawan. Cara dakwah inilah yang menyebabkan suna Muria dikenal sebagai
sunan yang suka berdakwak tapa ngeli yaitu menghanyutkan diri
dalam masyarakat.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang dari Walisongo yang banyak berjasa
dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat; juga
pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Dialah pendiri
dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung Jati adalah
cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Setelah selesai menuntut
ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya.
Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh
pangeran Cakra Buana. Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal
dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun pesantren untuk
meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana.
Oleh karena itu Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia
dinikahkan dengan putri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat
menjadi pangeran Cakra Buana yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia
sebagai pangeran dakwah islam dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan
lain.
Setelah
Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari
kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang
belum menganut agama Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah lain
di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan
Banten.
2.3 Peran Walisongo dalam Peradaban Islam
di Indonesia.
·
Wali Songo dan Dakwah Islam
Proses islamisasi di Indonesia khususnya di Tanah Jawa merupakan
hasil dakwah dan perjuangan yang dilakukan oleh Wali Sembilan ataupun
sebenarnya lebih dikenali sebagai Wali Sanga atau Wali Songo.
Menurut Hasanu Simon, pengaruh
penyebaran agama Islam di Tanah Jawa ini telah menjadi semakin meluas setelah
Sultan Muhammad I dari Turki mengutuskan satu pasukan dakwah Islam ketika
rakyat dan penguasa Majapahit menghadapi kemelut politik, ekonomi dan keamanan
akibat dari perang saudara yaitu Perang Paregreg pada tahun 1401 hingga 1406. Alwi Shibab
pula telah mengklasifikasikan peranan Wali Songo dalam proses penyebaran Islam
ini kepada dua tahap yaitu tahap pertama adalah kehadiran Wali Songo yang
berhasil memantapkan dan mempercepat proses islamisasi pada abad pertama
Hijriah tetapi kebanyakan dakwah pada tahap ini hanya terbatas pada
wilayah-wilayah tertentu saja. Tahap kedua adalah tahap islamisasi yang
berlangsung pada abad ke-14 Masehi yaitu dengan kedatangan tokoh-tokoh dari
keturunan Ali dan Fathimah binti Rasulullah SAW.
Dakwah
Islam pada tahap ini telah berkembang dengan cepat dan sampai kepada kepuncak
kegemilangannya sekitar abad ke-15 hingga ke- 17 Masehi dan ini merupakan hasil
sumbangan para wali tersebut. Organisasi dakwah yang sistematik dan
tersusun inilah yang telah membawa kepada berbagai kemajuan dan sumbangan dari
para wali ini di Indonesia khususnya di Jawa.
2.4 Kemajuan
Islam Periode Wali Songo
Wali Songo merupakan para wali yang
banyak berjasa memimpin pengembangan agama Islam di seluruh Pulau Jawa dan
menyebarkan ajaran tersebut ke kepulauan lain di Indonesia, sepantasnya kita
memberikan gelar Islam yang mulia kepada mereka.
Hal
ini turut diakui oleh Drs. R. Soekmono: “…Walisongo atau sembilan waliyullah,
diberi julukan sedemikian kerana mereka dianggap sebagai penyiar-penyiar
terpenting dari agama Islam, mereka dengan sengaja giat sekali menyebarkan dan
mengajarkan pokok-pokok agama Islam.”
Wali
Songo mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengembangan lslam di
lndonesia. Bahkan mereka adalah perintis utama dalam bidang dakwah lslam di
Indonesia, sekaligus pelopor penyiaran agama lslam di Nusantara ini.
Wali
Songo telah mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru yang mencakup aspek
kesehatan, bercocok tanam, perdagangan, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan
dan juga pemerintahan. Kesemua sembilan wali telah banyak memberikan
sumbangan, namun dalam makalah ini hanya sumbangan tiga orang tokoh wali
pilihan yang juga merupakan contoh representatif bagi kesemua wali-wali
tersebut, mereka adalah Maulana Malik lbrahim, Sunan Giri dan Sunan Bonang.
Tokoh
yang pertama ialah Maulana Malik lbrahim yang berbangsa Arab dari keturunan
Rasullullah. Beliau datang dari Kasyan, Persia dan tiba di Jawa pada 1404
sebagai penyebar agama lslam dan menetap di Leran, sebuah desa yang terletak di
luar kota Gresik. Beliau telah menjalankan dakwah lslam dengan bijaksana dan
dapat mengadaptasikan pengajarannya dengan masyarakat sekeliling sehingga
banyak rakyat tertarik dengan agama baru ini, lalu memeluknya.
Beliau
telah memperkenalkan bidang perdagangan dan melalui ini, beliau berhasil
mendapat tempat di hati masyarakat di tengah-tengah krisis ekonomi dan perang
saudara. Di samping itu, agama dan adat-istiadat lama tidak langsung
ditentangnya dengan kekerasan. Sebaliknya, meneruskan pergaulannnya
sehari-hari, beliau menunjukkan kemuliaan akhlak seperti kesopanan bertutur,
sikap hormat-menghormati dan tolong-menolong yang diajarkan agama lslam. Dengan
inilah beliau telah berhasil menarik orang-orang Jawa dari kasta bawahan untuk
memeluk lslam.
Tokoh
kedua pula ialah Sunan Giri yang dilahirkan pada tahun 1365 di Blambangan.
Ayahnya adalah Maulana lshak, seorang ulama lslam dari Arab dan bermukim di
Pasai, Aceh. Sunan Giri juga dikenali sebagai Raden Paku atau Malana Ainul
Yaqim dan merupakan seorang ulama yang dibekali dengan pengetahuan agama yang
mencukupi. Beliau telah mendirikan sebuah masjid di Kampong Laut sebagai
langkah pertama untuk menyebarkan lslam dan hingga kini masjid itu masih ada
dalam bentuk asalnya walaupun telah
dipindahkan
ke tempat lain. Selain itu, beliau juga mendirikan pondok-pondok pesantren. Secara keseluruhan, jasa terbesar
beliau ialah usahanya menghantar anak muridnya ke pelosok-pelosok lndonesia
seperti Pulau Madura dan Bawean untuk menyiarkan lslam. Selain itu, kedudukan
Giri amatlah penting dalam sejarah perkembangan politik dan pengaruh lslam di
Pulau Jawa. Beliau telah mampu mempengaruhi daerah-daerah lslam yang lain
seperti Japara, Tuban dan Bresik sehingga terbentuknya kerajaan lslam yang
pertama di Demak pada tahun 1479 M.
Tokoh
terakhir yang akan dibahas ialah Sunan Bonang yang juga dikenal sebagai Raden
Makdum lbrahim. Beliau hidup di antara 1465-1525M. Beliau menuntut ilmu pada
ayahnya Maulana lshak dan terkenal sebagai ahli kalam atau ilmu Tauhid.
Keistimewaan
dan sekaligus pembaharuan yang dibuat oleh Sunan Bonang ialah kebijaksanaan dan
keunikannya dalam berdakwah yang telah menumbuhkan hati rakyat agar datang ke
masjid.
Secara
garis besar, Wali Songo sesungguhnya telah memainkan peranan yang penting dalam
penyebaran lslam sekaligus meningkatkan keintelektualan masyarakat pada
masa itu. Di samping itu, mereka juga telah berjaya mendirikan suatu kerajaan
lslam di lndonesia.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Secara
terminologinya, perkataan Wali Songo ini merupakan kata majemuk yang berasal
dari pada dua perkataan yaitu wali dan songo. Perkataan wali yang berasal dari
bahasa Arab merupakan singkatan dari Wali yullah yang membawa maksud “orang
yang mencintai dan dicintai Allah”. Dan kata songo pula berasal dari bahasa
Jawa yang bermaksud sembilan. Wali
songo (sembilan wali) tersebut yaitu:
1. Sunan Gresik atau Mulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat
3. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
4. Sunan Drajat atau Raden Qasim
5. Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
6. Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
7. Sunan Kali Jaga atau Raden Said
8. Sunan Muria atau Raden Umar Said
9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
3.2
Saran
Dalam
menelusuri lebih jauh tentang peran wali songo terhadap peradaban Islam di
Indonesia, kita perlu memiliki literatur dan bahan bacaan serta menuntut ilmu,
agar pengetahuan kita tentang peran wali songo tidak hanya terpaku pada satu
masalah saja, akan tetapi secara luas dan menyeluruh. Demikianlah
makalah ini kami buat, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.
COMMENTS