Bentuk - bentuk ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat sudah mengakar dan tersistem. Berbagai masalah ketidakadilan yang terjadi ...
Bentuk-bentuk ketidakadilan
gender yang terjadi di masyarakat sudah mengakar dan tersistem. Berbagai
masalah ketidakadilan yang terjadi di
masyarakat diantaranya; Pertama marginalisasi menganggap remeh atau rendah terhadap satu posisi. Kedua, subordinasi adalah menganggap tidak penting dan menganngap rendah posisi seseorang. Ketiga, Stereotype pelabelan negativf seseorang atas
dasar paradigma gender. Keempat, kekerasan
secara fisik ataupun verbal atas dasar seks ataupun gender dan Kelima, Doubleburden yakni, beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih
banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Ada banyak faktor penyebab permasalahan bias gender yang terjadi di masyarakat; Pertama faktor ekonomi. Sebagai basis
ketidakadilan gender menurut teori konflik Marxisme, dalam kapitalisme,
penindasan perempuan diperlukan karena mendatangkan keuntungan. Eksploitasi
perempuan di dalam rumah tangga membuat buruh laki-laki lebih produktif.
Perempuan berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga harga tenaga kerja
lebih murah. Murahnya tenaga kerja menguntungkan kapitalisme. Posisi buruh
perempuan hanya menjadi cadangan saja. Semua ini akan mempercepat akumulasi
kapital bagi kapitalis.
Kedua, faktor budaya. Perempuan lebih
dominan berperan di ranah domestik, jadi walaupun perempuan membantu memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga maka perempuan tetap harus menyelesaikan peran
domestik, seperti memasak, mengurus anak dan mengurus rumah, karena secara
budaya perempuan mempunyai tugas utama sebagai pengasuh dan yang merawat segala
hal yang ada di domestik. Dan peran domestik dianggap rendahan dan tidak
dihargai karena memiliki nilai ekonomi
Ketiga, Faktor pendidikan. Di zaman kontemporer kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan antara laki-laki dan perempuan sudah setara, namun pada realitasnya
perempuan yang berpendidikan mendapatkan stereotype
pembangkang dan tidak patuh. Walaupun sudah terbuka kesempatan namun perempuan
yang berpendidikan dianggap tak berguna karena nantinya hanya akan mengurus
permasalahan dapur, sumur dan kasur.
Keempat, Faktor pemahaman terhadap teks-teks
keagamaan yang ditafsirkan secara patriarki. Pada hakikatnya, ajaran islam
memberikan perhatian yang sangat besar terhaap kedudukan dan posisi perempuan,
karena al-Qur’an sangat menghargai perempuan, dalam (QS, 49: 3) dengan tegas
memandang bahwa laki-laki dan perempuan setara di hadapan Allah.
Kemudian dalam (QS, 2:187) laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling
mengenal, kemulian manusia bukan dilihat dari jenis kelaminnya tetapi dari ketaqwaannya kepada
Allah SWT. Laki-laki dan perempuan diibaratkan seperti pakaian. Kedunya harus
saling melindungi dan menutupi kekurangaannya. Seringkali al-Qur’an dan Hadis digunakan untuk melegitimasi untuk
memelihara kekuasaan laki-laki seperti halnya surat an-Nisa ayat 34: al rijalu qawwamuna ‘ala al nis. Ayat
tersebut sering digunakan untuk melegitimasi hukum bahwa laki-laki itu syarat
untuk menjadi pemimpin. Padahal kata ar
Rijalu itu bukan merujuk pada makna jenis kelamin laki-laki saja, namun
merujuk pada makna laki-laki yang mempunyai kekuatan atau kapasitas untuk
menjadi pemimpin. Melihat banyaknya produk tafsir yang bias gender disebabkan
karean kebanyakan ulama tafsir pada masa awal atau pada masa klasik adalah
mufassir laki-laki yang menggunakan paradigma patriarki untuk menafsirkan al
Qur’an.
COMMENTS