KESYAREKATAN ISLAM SEJARAH SAREKAT ISLAM YANG DI LUPAKAN Kata pengantar Segala puji bagi allah SAW yang telah melimpahkan banyak kenikmatan ...
KESYAREKATAN ISLAM SEJARAH SAREKAT ISLAM YANG DI LUPAKAN
Kata pengantar
Segala puji bagi allah SAW yang telah melimpahkan banyak kenikmatan kepada kami hingga masih di berinya hak untuk tetap bersemayam dengan jasad ini demi kelangsungan kita sebagai hambanya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan dengan judul “sejarah syarekat islam yang di lupakan” dan tidak lupa pula sebagai mana yang telah di janjikan robnya kepadanya.
shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada nabi agung kita nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para shabatnya, para tabi’in dan mudah-mudahan sampai kepada kita semua.semoga makalah ini memberikan manfaat keilmuan khususnya kepada kami dan umumnya kepada pembaca sekalian.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karna pengalaman yang kami miliki tidaklah sempurna. Oleh karna itu kami harapkan kepada bapak dosen memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalh ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Semoga allah SWT memberikan ridhanya kepada kita semua dalam rangka menuntut ilmu. Amin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan ...........................................................................6
D. Landasan Teori…………………………………………......................6
1. Politik …………………………………….....................................7
2. Hijrah …………………………………………………………….11
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdiri dan Berkembangnya Syarikat Islam…………..12
1. Dari Sarekat Dagang Islam menuju Syarikat Islam…………...12
2. Perkembangan Syarikat Islam……………………………........18
B. Sebab perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam dan lahirnya sikap Hijrah………………………………………………………………….21
1. Sebab Perpecahan SI ……………………………………………21
a. Masuknya Pengaruh Komunis………………………………..21
2. Lahirnya Sikap Hijrah ……………….…………………………24
C. Kondisi Serikat Islam pasca perpecahan ………………………………27
1. Penegakan Disiplin Partai ……………………………………..27
2. Kemunduran PSII ……………………………………………...30
D. Pengaruh dan Peran Serikat Islam dalam pergerakan Nasional……….34
1. Pengaruh Sarekat Islam dam Pergerakan Nasional ……………..34
2. Peran Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional ……………………...35
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 48
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Awal abad keduapuluh merupakan abad kebangkitan bagi dunia Timur. Jepang memperoleh kemenangan atas Rusia di Fort Arthur pada 1905 M,[1]di celah reruntuhan Turki Utsmani tampillah gerakan Turki Muda, pada 1911 terciptalah Republik Tiongkok di bawah pimpinan Sun Yat Sen. Di sekitar Nusantara ini berkobar pula gerakan-gerakan nasional, seperti di Philipina. Turki mempunyai pengaruh terhadap Indonesia sejak sediakala, karena hubungan keagamaan yang intim antara dua negara ini. Revolusi Tiongkok amat berpengaruh terutama terhadap gerakan Sarekat Islam. Tan Malaka dan Muhammad Yamin terpengaruh dengan gerakan nasional Philipina; dan gerakan swadeshi (bangsa yang mandiri) di India diterapkan juga di Indonesia. Demikianlah kejadian-kejadian internasional itu besar pengaruhnya terhadap kebangunan bangsa Indonesia, terbukti pada awal abad keduapuluh itu juga bermunculan organisasi-organisasi pergerakan Islam dan pergerakan lainnya di Indonesia.[2]
Nasionalisme dalam pengertian politik baru muncul setelah Sarekat Dagang Islam (SDI) di bawah pimpinan H. O. S Tjokroaminoto, ia mengubah nama dan sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya. Sebagai organisasi politik pelopor nasionalisme,[3]saat itu Tjokrominoto juga memberikan batasan:
Pengertian nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang-kurangnya bangsa Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah politik.[4]
SI meratakan kesadaran nasional tehadap seluruh lapisan masyarakat, atas, tengah, dan rakyat biasa di seluruh persada tanah airnya, terutama melalui kongres Nasional Sentral Islam di Bandung pada 1916.[5]Asal-usul pertumbuhan gerakan politik di kalangan muslim di Indonesia dapat dikatakan identik dengan asal-usul dan pertumbuhan Sarekat Islam, terutama duapuluh tahun pertama sejak didirikan. Perkembangan Sarekat Islam dapat dibagi dalam empat bagian: periode pertama, 1911-1916 memberi corak dan bentuk bagi partai, kedua, 1916-1921 dapat dikatakan merupakan periode puncak; ketiga, 1921-1927, periode konsolidasi, keempat, 1927-1942, yang memperlihatkan usaha partai untuk tetap mempertahankan eksistensinya di forum politik Indonesia.[6]
Dalam periode awal perkembangannya SI merupakan suatu “banjir besar”, dalam arti bahwa massa dapat dimobilisasi serentak secara besar-besaran, baik dari kota-kota maupun daerah pedesaan.[7]Sejak empat tahun didirikan keangotaannya sudah mencapai 360.000 orang, dan menjelang tahun 1919, keanggotaannya telah mencapai hampir dua setengah juta, dan program kebangsaannya yang militan benar-banar dibuktikan unuk memperoleh kemerdekaan penuh, kalau perlu dengan kekerasan.[8]
Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumiputra. Ia merupakan reaksi terhadap rencana krestenings-politiek (politik peng-kristenan) dari kaum zending,[9]berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenar-ambtenar pemerintah, maka Sarekat Islam berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita.
Sehubungan dengan itu pemerintah kolonial sangat khawatir kalau-kalau pertumbuhan SI akan berjalan cepat dan menjadi ancaman terhadap Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk mematahkan gerakan nasional yang digerakkan oleh umat Islam, yaitu dengan cara menanamkan ideologi komunisme di dalam SI. Tokoh pertama Komunis di Indonesia yang berhasil menciptakan pertentangan dalam kalangan SI adalah Sneevliet.[10]
D. M. G. Koch mengemukakan adanya tiga aliran di dalam tubuh SI, yaitu yang bersifat Islam fanatik, yang bersifat menentang keras, dan golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan dengan berangsur-angsur dengan bantuan pemerintah.[11]Kelompok yang beraliran kiri yang dipimpin oleh cabang Semarang berusaha keras mendapatkan kekuasaan. Di Jawa Barat suatu cabang revolusioner rahasia yang diberi nama Afdeeling B[12]atau Sarekat Islam B mulai didirikan oleh Sosrokardono dari Central Sarekat Islam (CSI) dan beberapa orang aktivis lainnya pada tahun 1917. Sementara itu, CSI mengharapkan dapat menjalankan kegiatan politik yang sah di dalam Volksraad.[13]
Pada permulaannya SI bersifat loyal dan membantu terhadap pemerintah. Kongresnya yang pertama yang diadakan di kota Bandung pada tahun 1916 memperlihatkan sifat ini. Garis yang diambil pada waktu itu adalah “dengan pemerintah dan untuk membantu pemerintah”.[14]
Dalam kongres Nasional di Madiun pada 17-20 Februari 1923. Kongres mengambil keputusan akan mendirikan suatu “partai SI”, maka dibentuklah Partai Serikat Islam (PSI).[15]Anggota-anggota ini disebut wargarumekso.[16]Kongres itu juga membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah. Suatu hal yang menarik dari kongres ini adalah adanya perubahan sikap partai terhadap pemerintah. Perubahan sikap yang dimaksud adalah bahwa partai tidak lagi mempercayai pemerintah, oleh karena itu partai akan menolak bekerjasama dengan pemerintah (politik non-koperasi atau politik Hijrah) melalui Volksraad (dewan rakyat).[17]
Pada mulanya tidaklah begitu jelas dalam partai itu sendiri apakah politik itu disebut non-kooperasi ataupun Hijrah. Mulanya H. Agus Salim sendiri menganggap kedua nama itu sama, ketika ia berkata bahwa swadeshi akan menghasilkan “Hijrah yaitu non-kooperasi”. Ini diartikannya sebagai suatu sikap untuk “menjauhkan diri dari urusan pemerintahan”. Kemudian ia membedakan istilah ini ketika dikatakannya bahwa “faham non-kooperasi dalam PSI (Sarekat Islam) diganti dengan faham hijrah. Maksudnya bahwa sikap menolak kerjasama dengan pihak lain yaitu pihak Belanda diganti menjadi bekerjasama menyusun diri dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.[18]
Alur perjuangan yang dipakai oleh PSII dengan nama “Politik Hijrah” ini menurut penulis menarik untuk dibahas, karena politik yang dijalankan oleh PSII ini berbeda dengan partai-partai lainnya. Yaitu keberanian dari PSII untuk tidak percaya dengan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu (Belanda). Adapun arti penting dari Politik Hijrah ini salah satunya adalah memberikan pelajaran tentang percaya pada diri sendiri.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan masalah dalam makalah ini dimaksudkan untuk mendapatkan pokok permasalahan supaya tidak menimbulkan kesimpang siuran dalam menginterpretasi permasalahan lebih lanjut. Batasan waktu pada makalah ini dimulai dari tahun 1905 dan diakhiri pada tahun 1940. Karena pada tahun 1905 SI berdiri dan sampai mengubah perjuangannya, diantaranya yang dulunya koperasi pindah ke non-koperasi, PSI menyebutnya dengan nama “politik hijrah”, sedangkan pada tahun 1940 Politik Hijrah sudah tidak lagi dijadikan sebagai alur perjuangan PSII. Permasalahan yang penulis bahas adalah “politik hijrah” sebagai haluan perjuangan PSII dalam melawan pemerintahan kolonial Belanda.
Berdasarkan dari permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan mendasar antara lain:
1. Apa yang melatarbelakangi didirikannya Serikat Islam ?
2. Apa yang menyebabkan perpecahan dalam Serikat Islam ?
3. Bagaimana kondisi Serikat Islam pasca perpecahan ?
4. Bagaimana pengaruh ataupun peran Serikat Islam dalam pergerakan nasional ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka makalah ini menjawab persoalan-persoalan di atas di antaranya yaitu:
1. untuk mengetahui latar belakang muncul, pelopor, maksud dan tujuan Sarekat Islam.
2. untuk mengetahui usaha-usaha PSII dalam merealisasikan Politik Hijrah.
3. Untuk mengetahui Pengaruh dan Peran SI dalam Pergerakan Nasional
Sedangkan kegunaan dari makalah ini, antara laian:
1. Dapat menambah wawasan baik bagi penulis maupun para pembaca pada umumnya tentang perkembangan sejarah perpolitikan Islam di Indonesia, khususnya dalam bidang Sarekat Islam.
2. Memberikan informasi bagi peneliti yang akan melakukan makalah lebih lanjut tentang berdirinya SI dan perjuangan PSII dalam mencapai kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Sebagai wahana penambah pengetahuan dan keilmuan serta kajian teoritis dalam Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia khususnya dalam bidang sarekat Islam.
D. Landasan Teori
Suatau kajian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, pada umumnya didasarkan atas satu atau beberapa teori. Landasan teori sebagai kerangka berfikir adalah jalan pikiran menurut kerangka yang logis untuk menangkap, menerangkan dan menunjukkan masalah-masalah yang diidentifikasi. Kerangka teori yang relevan berfungsi sebagai penuntun dalam menjawab, memecahkan atau menerangkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi itu, atau dalam target yang lebih dekat berguna untuk merumuskan hipotesis.[19]
a. Politik
Politik didefinisikan bermacam-macam, sesuai dengan sudut pandang pemeberi definisi. Tetapi, pada umumnya definisi politik menyangkut semua kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Perhatian ilmu politik ialah pada gejala-gejala masyarakat, seperti pengaruh, kekuasaan, kepentingan, partai politik, keputusan, kebijakan, dan lain sebagainya.[20]
Robert H. Soltau, mendefinisikan politik sebagai berikut:
Political science then, is going to be the study of the state, its aim andpurpose; the institution bywhich those are going tobe realized, its relation,whith its individual members andwhith other state,and also what men have thought, said, and written about all these question[21].
Ilmu politik merupakan kajian umum tentang negara, maksud dan tujuannya; institusi-institusi oleh mana orang-orang akan direalisasikan atau diwujudkan, hubungannnya dengan anggota-anggota pribadi dan dengan negara lain, serta dengan apa yang orang-orang telah difikirkan, dikatakan, dan ditulis tentang semua pertanyaan-pertanyaan ini.
Soltau memaparkan bahwa ilmu politik merupakan studi umum tentang negara, yang berkaitan dengan tujuan dan maksud-maksudnya. Lebih jauh lagi adalah berkaitan dengan kajian tentang lembaga-lembaga yang akan merealisasikan tujuan dan maksud tersebut. Ilmu politik juga merupakan kajian yang erat hubungannya antara anggota-anggota individual negara tersebut dengan negara-negara lain. Selanjutnya ilmu politik mengkaji tentang pemikiran-pemikiran dari manusia mengenai politik yang dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan.[22]
Dalam proses pembentukan suatu negara tidak dapat lepas dari hal-hal berikut: pertama, adanya kesamaan identitas yang biasanya dirumuskan sebagai sistem nilai yang dianut masyarakat. Kedua, adanya konsep negara yang berfungsi sebagai pengelompok masyarakat atas dasar adanya satu struktur kekuasaan yang memerintah. Ketiga, wilayah yang jelas batas-batasnya yang tidak hanya sebagai tempat bermukim dan menjadi batas berlakunya kewenangan pemerintah tetapi juga sebagai sumber kehidupan duniawi. Keempat, adanya pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) dan mampu menggerakkan, serta mengarahkan seluruh potensi masyarakat.[23]
Teori politik adalah bahasan dan generalisasai dari fenomena yang bersifat politik. Dengan perkataan lain teori politik adalahbahasan dan renungan atas;
a) Tujuan dari kegiatanpolitik
b) Cara-cara mencapaitujuan itu
c) Kemungkinan-kemungkinan, dan kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politikyang tertentu
d) Kewajiban-kewajiban (obligations) yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.[24]
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistim politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistim politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber dan resources yang ada.
Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini.
Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan kebijaksanaan hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Lagi pula politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok temasuk partai politik.
Dari uraian di atas maka teranglah bahwa konsep-konsep pokok dalam politik itu adalah sebagai berikut.
1. Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya.
Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics: “ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antara negara dan dengan warga negaranya, serta dengan negara-negara lain”.[25]
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.[26]
Deliar Noer dalam Pengantar Kepemikiran Politik: Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.
3. Pengambilan Keputusan
Keputusan (dicision) adalah membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan istilah penagmbilan keputusan (dicisionmaking) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan mengikat seluruh masyarakat. Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat, dapat pula menyangkut kebijaksanaan-kebiijaksanaan untuk mencapai tujuan itu.[27]
4. Kibijaksanan Umum (public, policy, and beleid)
Kebijaksanaan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk menacapai tujuan-tujuan itu. Pada prinsipnya fihak yang membuat kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk melakukannya.
Dalam kebijakan umum ini setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-cita bersama ini ingin dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituang dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan (policies) oleh pihak yang berwenang.
5. Pembagian (Distribution)
Yang dimaksud dengan pembagian (distribution) dan alokasi (allocation) ialah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Dalam ilmu sosial suatu nilai (value) adalah sesuatu yang dianggap baik atau benar, susuatu yang diinginkan, sesuatu yang mempunyai harga. Karena itu dianggap baik dan benar, sesuatu yang ingin dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti penilian (judgement) atau suatu azas seperti misalnya kejujuran, kebebasan berpendapat, kebebasan mimbar, dan sebagainya. Dia juga bersifat konkrit (material) seperti rumah, kekayaan, dan sebagainya.[28]
b. Hijrah
Dalam berbagai ensiklopedi, arti hijrah secara harfiyah adalah berpindah, meninggalkan, berpaling dan tidak mempedulikan lagi. Selain arti harfiah ini, maka secara faktual historis ia adalah perjuangan Nabi Muhammad bersama kaum Muslim lainnya meninggalkan Makkah menuju ke Madinah.
Dalam sejarah kebangkitan Islam, maka hijrah mengandung arti perjuangan. Bukan hanya meninggalkan tempat lama secara negatif, tapi juga membangun masyarakat baru secara positif. sekalipun hijrah mengandung arti meninggalkan dan menjauhi, tetapi arti hakikinya adalah perjuangan konstruktif, membangun masyarakat penuh dengan keimanan, keikhlasan, keilmuan, dan keamalan.[29]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdiri dan Berkembangnya Syarikat Islam
1. Dari Sarekat Dagang Islam menuju Syarikat Islam
Pemikiran mengenai negara islam sesungguhnya muncul sejak lama di Indonesia, khususnya sejak munculnya organisasi Sarekat Islam (SI) yang awalnya bernama Sarekat dagang Islam (SDI). SDI pertama kali didirikan di Sola pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Kyai Haji Samanhudi dibantu oleh M. Asmadimejo, M. Kertokirono, dan M. H. Rojak. Motif utama dididrikannya organisasi ini adalah berusaha menerapkan system ekonomi Islam di dunia perdagangan Indonesia, khususnya bagi pedagang batik di Solo.
Sebelum lahirnya SDI, terjadi diskriminasi tajam yang sengaja dilakukan pihak bangsawan kepada masyarakat biasa. Juga sangat menonjol sikap angkuh dan superioritas dari kalangan pedagang China kaya yang banyak mendominasi perdagangan pada saat itu. Maka, SDI dimaksudkan sebagai benteng untuk menentang si superioritas dan dominasi pedagang China sekaligus mendombrak deskriminasi bangsawan yang bertindak sewenang-sewenang terhadap masyarakat awam. Sesungguhnya, di dalam jiwa pendiri SDI ini terkandung maksud yang lebih jauh lagi, yaitu ingin mengakkan Islam sebagai satu-satunya system yang berlaku di bumi Indonesia.
Namun, karena keterbatasannya kemampuan kyai Haji Samanhudi ditambah pula dengan kondisi penjajah yang sangat keras dan ganas dalam mengawasi dan menghambat setiap bentuk gerakan bangsa Indonesia, maka untuk sementara waktu, ia hanya berorientasi pada masalah ekonomi. Meskipun demikian, SDI tetap diamggap sebagai (miqad=awal pemberangkatan/starting poin) bagi perjalanan sejarah ini. Menyadari akan keterbatasan kemampuan ini, Kyai Haji Samanhudi selalu mencari dan menghubungi tokoh-tokoh Islam lainnya untuk diajak bersama-sama mengelola lembaga perjuangan ini. Sekitar buylan Mei 1912 SDI memperoleh anggota baru dan merupakan tokoh tangguh yang ikut mewarnai organoisasi, yaitu Haji Umar Said Cokroaminoto, setelah ada penyesuaian antara keduanya dalam pandangan mengenai garis-garis perjuangan SDI.
Setelah HOS Cokroaminoto bergabung dalam SDI, ia mencoba menyusun sebuah anggaran dasar organisasi yang dapat diberlakukan di seluruh Indonesia dengan tidak memperhatikan persyaratan dari residen Surakarta yang gigih menghambat perkembangan organisasi tersebut. Ia mengemukakan untuk membentuk pan islamisme, artrinya membentyuk kepemimpinan dunia Islam (Khalifatullah fi al-ardli) untuk merealisasikan gagasan itu ia membagi tahapan-tahapan perjuangan sebagai berikut:[30]
· Kemerdekaan Indonesia (mengusir pihak penjajah dari Bumi Indonesia)
· Kemerdekaan Islam Indonesia artinya Islam sebagai satu-satunya system yang benar (haq) bisa berlaku di Indonesia dengan sempurna dan dilindungi oleh kekuasaan (Negara Islam Indonesia)
· Kemerdekaan diseluruh dunia, artinya membentuk Khalifah fi al-ardhi/struktur pemerintahannya memberlakukan hokum Islam sebagai penjabaran dari mulkiyah-tullah atau kerajaan Allah di muka bumi.
Langkah lanjut dari gagasan tersebut pada tanggal 11 November 1912, SDI diganti dengan nama Sarekat Islam (SI) yang orientasinya bukan sekedar-sekedar masalah ekonomi, melainkan sudah mencakup seluruh Minhijul hayal (segala aspek kehidupan diwarnai dengan corak Islam saja). Dalam Kongres SI pertama di Surabaya tahun1913, telah diputuskan untuk membantu cabang-cabangnyan di seluruh tanah air yang dibagi tiga wilayah, yaitu wilayah Jawa Barat (meliputi Sumatera dan pulau sekitarnya), Jawa Tengah (meliputi Kalimantan), dan Jawa Timur (meliputi Sulawesi, Bali, Lombok, dan Ssumbawa). Kemudian pada tahun berikutnya, bergabung pula beberapa tokoh Islam lainnya.
Latar belakang ekonomis dari organisasi ini sebagai tanggapan (perlawanan) terhadap perdagangan (penyalur) oleh orang cina. Peristiwa itu merupakan isyarat bagi orang muslim bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukan eksistensinya. Oleh karena itu, para pendiri syarikat Islam mendirikan organisasi ini bukan semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang cina, tetapi juga untuk membuat fron melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putra. Organisasi ini merupakan reaksi terhadap rencana krestenings politik dan kaum zendig, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak Belanda.
Dibandingkan dengan Organisasi Budi Utomo, Syarikat Islam lebih berhasil sampai lapisan bawah masyarakat dimana lapisan tersebut selama berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita. Mula-mula nama organisasi ini adalah serikat dangang Islam (SDI) dibawah pimpinan H. Samanhudi. Kemudian namanya diganti menjadi serikat Islam (SI) dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto.
Tujuan organisasi ini sebagai mana tercantum dalam anggaran dasarnya ialah
1. Untuk mengembangkan jiwa berdagang,
2. Memberi bantuan kepada anggota-anggota yang menderita kesukaran dan menemui kesulitan dalm bidang usaha,
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat bumi putra, dan
4. Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang Islam atau prinsip hidup menurut perintah Agama
Pergantian nama dari Serikat Dagang Islam ( SDI) menjadi Serikat Islam (SI) dilakukan ketika kepemimpinan H.O.S. Cokroaminoto. ia diserahi untuk memimpin organisasi ini pada tanggal 11 November 1912. Ia berusaha melebarkan sayapnya agar lebih luas dengan menukar nama SDI menjadi SI. Akhirnya Serikat Islam dibawah pimpinan Cokroaminoto memperoleh kemajuan yang gilang gemilang dan anggotanya banyak tersebar diseluruh Indonesia.
Serikat Islam pada tanggal 26 januari 1913 mengadakan kongres yang pertama di Surabaya dengan dihadiri oleh puluhan ribu rakyat pendukungnya. Kongres tersebut oleh Cokroaminoto digunakan untuk menghidupkan semangat rakyat Indonesia dan Serikat Islam sebagai pembimbing dan pembawa semangat baru bagi pergerakan rakyat. Sebab itulah serikat Islam lebih maju perjuanganya karena lebih mengutamakan rakyat jelata.[31]
Pada tahun1914 telah berdiri 56 cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan hukum. Cabang-cabang tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena badan pusat tidak ada. Demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan permohonan pengakuan sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat Islam tidak mempunyai anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari sarekat-sarekat Islam Lokal. Maka pada tanggal 18 Maret 1916 diputuskan oleh yang berwajib untuk pengakuan sebagai badan hukum.
Tujuan Sarekat Islam adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong menolong diantara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan Sarekat Islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu Sarekat Islam mengajukan diri sebagai Badan Hukum, pada awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak Badan Hukum hanya diberikannya pada Sarekat Islam lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya Sarekat Islam menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya Sarekat Islam memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya Sarekat Islam Pusat diberikan pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, Sarekat Islam berubah menjadi Partai Politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.
Adapun Tokoh-tokoh pendiri pusat Sarekat Islam dengan pengurus yang terdiri :
1. Haji Samanhudi (Ketua Kehormatan)
Samanhudi lahir di Desa Sondokoro, Karanganyar, Solo. Sebagai seorang anak pedagang batik yang bernama Haji Mohammad Zen, H. Samanhudi membantu ayahnya berdagang batik sampai ia dapat berdiri sendiri dengan membuka perusahaan batik dalam tahun 1888. Ia berhasil dalam bidang ini sehingga ia dapat membuka cabang perusahaannya di berbagai kota di pulau Jawa seperti Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, Bandung dan Parakan. Pada tahun 1904 ia pergi ke Mekkah untuk naik haji dan kembali pada tahun berikutnya.[32]
2. Umar Said Cokroaminoto
Umar Said Cokroaminoto dilahirkan dengan nama Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto yang kemudian dikenal dengan HOS. Tjokroaminoto, terlahir dari perpaduan keluarga priyayi yang religius. Beliau lahir di Bakur, Madiun pada tanggal 16 Agustus tahun 1882.[33]
3. Agus Salim
Agus Salim dilahirkan di Kota Gedang, Bukittinggi pada tanggal 8 Oktober 1884 sebagai seorang anak dari seorang pejabat pemerintah yang juga berasal dari kalangan bangsawan dan agama. Ayahnya merupakan seorang jaksa kepala pada Pengadilan Negeri Riau.[34]
4. Abdul Muis
Abdul Muis lahir di Sungai Puar, Bukittinggi pada tanggal 3 Juli tahun 1878, beliau juga berasal dari keluarga bangsawan yang kuat beragama.[35]
5. Haji Gunawan
6. Wondoamiseno
7. Sasrokardono
8. Soerjopranoto
9. Alimin Prawirodirejo
10. Semaun
2. Perkembangan Syarikat Islam
Usaha dan jasa Cokroaminoto dalam memimpin serikat Islam ialah:
1) Mengangkat kaum bumiputra menjadi manusia yang sejati dan terhormat. Sebelumnya, para pelajar sekolah dokter jawa dan rakyat biasa tidak boleh memakai sepatu dan topi, bahkan tidak boleh memakai setelan (baju jas dan pantalonn sperti orang belanda). Atas usaha Cokroaminoto, hal itu diubah.
2) Mengajarkan dan memajukan rakyat dalam soal politik. Waktu itu rakyat dilarang membicarakan politik. Atas usahnya maka rakyat boleh campur tangan dalam masalah politik.
3) Berusaha mempersatukan umat Islam Indonesia dengan berkali-kali mengadakan kongres Al-Islam. Dalam kongres V di Bandung tahun 1929 diputuskan untuk mengirimkan dua orang utusan ke Mukhtamar Alam Islam di mekah yang diwakili oleh Cokroaminoto dan K.H Mas Mansur. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia dapat mengadakan hubungan dengan umat Islam dunia.
4) Membela dan mempertahankan kesucian agma Islam dari penghinaan dan caci maki yang dilontarkan kepada Islam dan diri Nabi Muhammad SAW. Pada waktu itu banyak penginaan dan cacian yang dilontarkan kepada Islam, lalu Cokroaminoto mengerakan umat Islam untuk bangkit dan berdiri dalam mempertahankan kesucian agma Islam.
5) Menerbitkan surat kabar Utusan Hindia yang berisikan keluh ksah rakyat serta hantaman kepada surat kabar yang berisi hinaan terhadap bangsa Indonesia.
6) Mengeluarkan buku yang berjudul Islam dan Sosialisme yang menerangkan perkara sosialisme aala Islam menurut teori dan praktek. Disamping itu, buku ini juga membendung progpaganda sosialisme ala karl mark.
7) Pada tahun 1929, Cokroaminoto berasama H. Agus Salim menerbitkan harian Fajar Asia, majalah Al-jihad untuk menolak serangan dan cacian terhadap kesucian agama Islam dan sebagai spirit untuk membangunkan umat Islam.[36]
HOS Cokroaminoto juga banyak menyumbangkan pemikiran demi kemajuan bagi Sarekat Islam. Dalam anggaran dasar yang ia susun, banyak mewarnai kehidupan Sarekat Islam berikutnya, sehingga dalam anggaran dasrnya pun, Sarekat Islam secara keseluruhan (Kaffah) mencakup semua aspek kehidupan, baik secara pemahaman akidah Islam, ekonomi, politik, social, budaya, dan pemerintahan menurut tuntunan al-quran dan sunnah rasul.
Untuk merealisasikan gagasan membentuk dunia Islam ini, HOS Cokroaminoto mempersiapkan kader-kader militant yang terdiri atas mahasiswa-mahasiswa yang berjiwa progresif. Diantaranya, Soekarnoe yang diharapkan dapat menghimpun dan mengelola kaum intelektual serta cendekiawan dalam satu wadah dan satu visi dalam menentang penjajah. Semaon diarahkan untuk menyadarkan masyarakat awam dan kepentingan kemerdekaan sekaligus melibatkan perjuangan dalam menentang penjajah. Sementara, SM Katosuwiryo ditugaskan untuk mempengaruhi para ulama dan para kyai untuk diajak bersam-sama dalam menegakkan Islam menjadi satu-satunya system hidup di Indonesia. Meskipun akhirnya, keduanya, yaitu Soekarnoe dan Semaon beberapa tahun kemudian dianggap menyimpang dari garis-garis Sarekat Islam. Lalu membentuk wadah baru yang tidak berdasarkan Islam dan tidak berpedoman kepada al-quran dan al-sunnah.
Selama di bawah kepemimpinan HOS Cokroaminoto, Sarekat Islam diseluruh daerah me ancapai 435 cabang didukung oleh jutan anggota. Sampai akhirnya, kegemilangan Sarekat Islam mulai menurun pada periode-periode berikutnya dengan terdapatnya perselisihan-perselisihan pendapat dalam internal pimpinan yang berafiliasi dengan orang lain, sehingga memicu kader-kader yang tidak sejalan dengan prinsip dasar Sarekat Islam.
a. Kongres-Kongres Awal
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913 di Surabaya. Kongres Serikat Islam pertama pada bulan Januari 1913 di Surabaya dengan hasil:
1. Menegaskan bahwa Serikat Islam bukan partai politik,
2. Serikat Islam tidak bermaksud melawan pemerintah Belanda,
3. Memilih HOS Cokroaminoto sebagai ketua, dan
4. Menetapkan Surabaya sebagai pusat Serikat Islam
Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan di Surakarta yang menegaskan bahwa SI hanya terbuka bagi rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota.
Pada tanggal17-24 Juni 1916 diadakan kongres SI yang ketiga di Bandung. Dalam kongres ini SI sudah mulai melontarkan pernyataan politiknya. SI bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka).
Tahun 1917, SI mengadakan kongres yang keempat di Jakarta. Dalam kongres ini SI menegaskan ingin memperoleh pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres ini SI mendesak pemerintah agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). SI mencalonkan H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai wakilnya di Volksraad.[37] Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Pekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun cabang-cabangnya.
B. Sebab perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam dan lahirnya sikap Hijrah
1. Sebab Perpecahan SI
a. Masuknya Pengaruh Komunisme
Sarekat Islam yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914.[38] Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Akhirnya organisasi yang didirikan orang Belanda di Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan “Gerakan Penyusupan” ke dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh Serikat Islam muda seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin.
Menurut analisis tokoh-tokoh Sarekat Islam, munculnya ISDV yang dikembangkan oleh orang Belanda tersebut merupakan usaha pemerintah Belanda untuk menggoncang kestabilan Sarekat Islam, sekaligus pemecah belah dari akar tubuh Sarekat Islam karena pemerintah memang khawatir dengan semakin kuatnya posisi Sarekat Islam. Usaha H.J.F.M Sneevliet berhasil setelah mampu mempengaruhi pimpinan Sarekat Islam di Semarang yang waktu itu dipegang oleh Semaon, dengan masuknya ketubuh ISDV.[39]
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan dasar dan cara yang berbeda (atheis-komunisme).
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.[40]
Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
a. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.
b. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
c. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
d. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo) berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang.[41] Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).
2. Lahirnya Sikap Hijrah
Pada tahun 1923 muncullah gagasan tentang sikap hijrah yang dilatarbelakangi oleh adanya ketidak percayaan partai terhadap pemerintah colonial dan keyakinan pimpinan partai bahwa kerjasama dengan pihak pemerintah colonial hanya akan menimbulkan kerugian dunia-akhirat dan mengakibatkan tergelincirnya partai lebih jauh lagi dari tujuan yang sebenarnya. Hijrah adalah “strategi” Allah SWT.. yang telah ditetapkan menjadi salah satu pola perjuangan para rasulnya dalam mengemban risalah menegakkan agama yang benar atas agama-agama lainnya. nabi Muhamad SAW. Pola perjuangannya juga adalah hijrah
Pimpinan Sarekat Islam menyadari benar bahwa perjuangan mengakkan Islam adalah ibadah. Oleh karenanya, dalam pelakasanaannya harus mengikuti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Apapun resikonya harus dihadapi, tidak boleh membuat cara sendiri. Inilah kiranya motivasi yang melatarbelakangi ditetapkannya sikap hijrah sebagai garis politik yang resmi dari Sarekat Is;am,. Ditambah dengan kondisi yang mendorong untuk mengambil sikap tegas semacam ini, dimana pada saat itu semakin jel;as bahwa pemerintah Belanda dan Volkstraadnya (Dewan Rakyat) bukan member kemenangan terhadap perjuangan Sarekat Islam, justr5u sebaliknya mereka berusaha melumpuhkan dan meringkus dengan halus tokoh-tokoh Sarekat Islam agar tunduk dan patuh terhadap segala kehendak mereka (pemerintahan kolonial).
Setelah PSI menetapkan dan mempertegas politik hijrahnya yang berarti tidak ada kerjasama dan tidak ada garis taat kepada pemerintah Belanda, maka pihak pemerintah Kolonial segera menyambutnya dengan tindakan keras dan tegas, mereka mengekluarkan peraturan-peraturan yang sangat ketat sehingga mempersempit ruang gerak PSI.
Memang demikianlah resiko dari sikap hijrah sebagaimana yang telah di alami oleh nabi Muhammad SAW. Karna telah mendapat perlakuan kasar dan kejam dan penuh dengan sikap permusuhan dari pihak orang-orang quraisy. Beliau dengan para sahabatnya diburu, dicekam, diintimidasi, diblokade, diusir, bahkan di rencanakan untuk di bunuh. Tetapi, allah telah merencakan atau menyelamatkan dan memenangkan atas orang-orang kafir itu karana memang hijrah adalah strategiNya untuk meneyelamatkan dan memenangkan rasulullah beserta ummatnya dalam berjuang menegakkan kebenaran
Melihat tindakan pemerintah belanda yang semakin keras terhadap PSI akibat sikap politik hijrahnya ini, beberapa tokoh PSI, seperti sukima dan wali al-fatah, serta beberapa orang pemimpin muhammadiyah termasuk ketua umumnya Kiyai Haji Mas Mansur, bersama-bersama mengusulkan kepada pemimpin SI agar mengubah langkah politik hijrahnya. Sebab, menurut pendapat mereka, politik semacam itu merupakan tatik saja, bukan merupakan suatu prinsip yang tidak bisa di ubah.
Mereka melihat politik hijrah seperti yang di laksanakan oleh PSI tidak bersifat tetap dan baku sehingga menjadi menghambat perjuangan partai, karna tidak memungkinkan penyesuain dengan situasi. Selain itu, orang-orang ini mengusulkan kepada SI agar partai ini membatasi diri pada bidang politik saja dan mempercayakan aspek-aspek sosial dan pendidikan kepada organisasi lain dalam rangka pergerakan kebangsaan yang memang didirikan untuk menghadapi bidang itu. Mereka juga meminta agar tindakan disiplin terhadap muhammadiyah yang telah dilakukan PSI pada tahun 1927 itu di cabut/dibatalkan.
Pertama, keluarnya Soekiman CS dan menggas partai tadningan, yakni partai Islam Indonesia (parti), namun pada 4 DEsember 1938, terealisasi menjadi partai Islam Indonesia (PII) yang diketuai oleh Raden Widodo dan Soekiman.
Kedua, selain keluarnya Soekiman CS, setelah wafatnya HOS COkroaminoto pada tahun 1934, H. Agus Salim membentuk satuan fraksi dalam lingkungan partai yang disebut dengan “barisan penyadar partai Sarekat Islam INdonesia” (BPPSII). Pada tanggal 18 November 1936 dengan maksud agar pemikiran-pemikirannya dapat diterima oleh partai. Gerakan ini diketahui oleh Mr. Muhammad. Room yang dirtencanakan akan bergerak dalam lingkungan Sarekat Islam sendiri. Akibat sikap ini, H. Agus Salim dikeluarkan dari PSI.
Untuk mengatasi gejoplak tersebut, PSI kemudian tidak hanya mengadakan rapat-rapat, penjelasan dan penggagasan politik hijrah ini disusul pula dengan penerbitan sebuah buku yang berjudul sikap hijrah PSII, yang terditri atas dua jilid disususn oleh SM. Kartosuwiryo yang saaat itu menjabnat sebagai wakil ketua lajnah Tanfidziyah PSII. Jilid pertama dalam brousur tersebut, KArtosuwiryo berhasil menguraikan secara panjang lebar tentang pengertian al-din (agama) yang menyangkut sebuah aspek kehidupan tentang status dan tugas manusia dalam kehidupan doi dunia ini juga tentang sikap serta perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW. Yang menjadaikan satu-satunya pedoman serta pola perjuangan oleh seluruh ummatnya. Sesudah pembahasan arti hijrah, Sm. KArtosuwiryo melanjutkan dengan mengatakan hamper pada setiap tempat dimana kata “hijrah” digunakan dalam al-q uran, kata ini diasosiakan dengan jihad. Sehubungan dengan hal itu, ia menulis, “tiada tindakan hijrah dianggap abash bila dalam cita-cita jihad tidak dilaksanakan”.
Situasi dalam partai pada tahun-tahun berikutnya banyak berubah. Abi Kusno Tjokrosoejoso sebagai pemimpin partai yang semula gencar meneriakan politik hijrah, membela semangat non koperatif partai, kini berubah pendirian berbalik berhadapan dan bertentangan dengan KArtosuwiryo. Abikusno beserta dewan pimpinan yang lain berharap KArtosuwiryo mau bergabung bersama satuan organisasi Islam GAPI (Gabungan Politik Islam). Namun, KArtosuwiryo menolaknya dan tetap pada prinsip awalnya yaitu politik hijrah.
C. Kondisi Serikat Islam pasca perpecahan
1. Penegakan Disiplin Partai
Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah (Kh. Ahmad dahlan) dan Persis (A.Hasan) pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai yang tidak memperbolehkannya. Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Karena aktifitas politiknya Belanda akhirnya menangkap Tjokroaminoto pada tahun 1921 karena di fitnah pemerintah kolonial padahal sejatinya dikhawatirkan akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat pribumi walaupun akhirnya dibebaskan pada tahun 1922, sebuah cobaan yang lazim diterima para penegak syariat islam di seluruh dunia.[42]
Sebagai seorang pemimpin, wajar jika Tjokroaminoto punya banyak murid, di antaranya adalah Soekarno, Muso, Alimin, Kartosoewirjo, Buya Hamka, Abikoesno, dan banyak lagi. Para anak didik Pak Tjokro ini kelak akan menjelma sebagai pemimpin-pemimpin baru bangsa Indonesia. Seperti Soekarno yang Nasionalis, SM kartosuwirjo yang Islamis Dan Muso-Alimin yang Komunis. Perbedaan idiologi dari murid – muridnya tersebut secara tidak langsung memberikan warna sendiri bagaimana secara aktif ide-ide, ilmu dan gagasan Cokro menghujam ke dada idiologi mereka. Walaupun dengan pemahaman yang beraneka ragam sesuai dengan latar belakang, pendidikan dan pekerjaanya masing masing. Jadi, pertarungan Soekarno, Kartosuwirjo dan Muso-alimin sejatinya adalah pertarungan tiga murid dari seorang guru Tjokroaminoto.
Hal ini mengisyaratkan bahwa adanya perbedaan tafsir para murid terhadap guru dan kemudian mendorong kecenderungan yang berbeda pula. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Agus salim (Wakil Ketua CSI) yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang. Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI di Madiun pada bulan Februari 1923. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat".
Kejadian-kejadian penting yang dialami Sarekat Islam pada Tahun 1923, antara lain:
1. Meninggalkan politik bekerja sama (= cooperation) dengan pemerintah Belanda.
2. Berubah menjadi suatu partai politik dengan nama Partai Serikat Islam ( = PSI).
3. Serikat Islam (SI), daerah yang jumlahnya banyak sekali itu menjadi bagian dan PSI yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Sekeluarnya dari Sarekat Islam, mereka semakin giat melakukan propaganda dalam usaha memasyarakatkan ideologi sosialis, bahkan tidak sekedar propaganda, mereka juga memfokuskan gerakan-gerkan yang bersifat “phsyie” (kejiwaan). Puncak peristiwa adalah ketika mereka memprolamasikan berdirinya PKI, kemudian mengadakan pemberontakan di daerah Jawa Tengah dan Sumeatera Barat pada tahun 1926. Kelompok ini lebih dikenal dengan Sarekat Islam Merah (Sosialis Indonmesia). Sementara Sarekat Islam yang tulen dan Islamis disebut Sarekat Islam Putih.
Pada tahun 1927, Soekarnoe yang diharapkan menjadi kader Sarekat Islam militant justru menyimpang/bertentangan paham dengan HOS Cokroaminoto mengenai dasar ndan tujuan perjuangan. Soekarnoe berpendapat hanya paham Nasionalis bukan Islam yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia dalam mempersatukan langkah menghadapi colonial Belanda. Kemudian, Soekarnioe mendirikan partai Nasional Indonesia yang berdasarkan Nasionalis Sekuler.
Kemudian pada kongres di Pekalongan bulan Desember 1927, Kartosuwiryo terpilih menjadi sekretaris umum PSIHT (Partai Sarekat Islam Hindia Timur). Maka dalam rangka melaksanakan displin partai dalam kongres ini PSI juga membahas pemberlakuan perraturan tidak memperbolehkan adanya keanggotaan ganda.
Akhirnya, terjadilah perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam di tahun 1930. Sikap hijrah ini juga dilatari menyimpangnya Semaon CS dengan membentuk PKI dan Soekarnoe dengan membentuk PNI yang dianggap bertentangan dengan asas-asas PSI.
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) .
Di tahun 1933 dilakukan suatu penyesuaian struktur PSI dan dasar perjuangan partaiu yang dihasilkan pada tahun itu, dianggap sesuatu yang telah sempurna para pemimpinnya terutama dengan figure HOS Cokroaminoto dibantu SM. Kartosuwiryo sebagai sekretaris pribadinya, berusaha mewarnai lembaga PSI ini dengan warna Islam saja tanpa ada warna-warni lainnya ini bisa dilihat dari dasar strategi partai yang Islami.
Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen. Kemudian pada Pemilu 1971 pada zaman Orde Baru, PSII di bawah kepemimpinan H. Anwar Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama sembilan partai politik lainnya dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPR-RI sejumlah 12 (dua belas orang).
2. Kemunduran PSII
Bulan Juli dan Agustus 1929 hubungan PSII dengan golongan nasionalis non agama memburuk dikarenakan terdapat serangkaian tulisan di surat kabar Socara umum yang ditulis oleh banyak anggota PPPKI. Tulisan-tulisan tersebut ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap keyakinan PSII. Hal tersebut menyebabkan tanggal 28 Desember 1929 (tidak menunggu kongres) PSII mengumumkan keluar dari PPPKI. Alasannya yaitu karena Pasal 1 Anggaran Dasar PPPKI berlawanan dengan anggaran dasar PSII yang memperbolehkan keanggotaan bagi semua orang islam apa pun kebangsaannya. Juga alasan lainnya karena kelompok studi umum di Surabaya kurang menghormati agama Islam, perkumpulan-perkumpulan lain anggota PPPKI selalu bertengkar karena perkumpulan-perkumpulan itu menentang poligami sehingga PSII pecah menjadi beberapa partai kecil dan PSII selanjutnya menjalin hubungan yang lebih erat dengan organisasi islam lainnya.
Perselisihan antara anggota pengurus besar partai yaitu Cokroaminoto dan H.Agus Salim dengan dr.Sukiman Wiryosanjoyo dan Suryopranoto mengakibatkan perpecahan dalam tubuh PSII. Maka tahun 1933 Dr.Sukiman Wiryosanjoyo dan Suryopranoto dipecat dari PSII. Pertengahan bulan Mei 1933 berdiri partai baru di Yogyakarta bernama Partai Islam Indonesia (Parii). Partai ini bertujuan ke arah harmonis dari nusa bangsa atas dasar agama islam dan pada waktu itu Parii dipimpin oleh Dr. Sukiman namun partai ini berumur pendek. Tahun 1935 Cokroaminoto meninggal dunia, dan muncul suara-suara bahwa Parii mau bergabung lagi dengan PSII. Namun, untuk bergabung kembali masih ada halangan karena H.Agus Salim menjadi ketua PSII menggantikan Cokroaminoto.
Perselisihan dalam partai terus bertambah. H.Agus Salim menghendaki agar PSII bekerjasama dengan pemerintah yang sebelumnya PSII bersikap nonkooperasi yang menyebabkan PSII dibatasi geraknya. Sehingga tanggal 7 Maret 1935 H.Agus Salim mengusulkan agar PSII membuang sikap nonkooperasi. Hal tersebut mengakibatkan perpecahan dalam pimpinan PSII.
H.Agus Salim terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Partai. Lawan-lawannya yaitu Abikusno Cokrosuyoso dan S.M.Kartosuwiryo. Pada kongres tahun 1936 (8-12 Juli). Abikusno terpilih sebagai formatur, akibatnya pengurus terdiri atas orang-orang yang anti kepada H.Agus Salim. Sehingga membuat H.Agus Salim memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Ketua Dewan Partai. Namun, dia tetap berjanji untuk menyumbangkan segenap tenaganya untuk tetap bekerja demi kepentingan umat Islam Indonesia.
Untuk melanjutkan cita-citanya itu, tanggal 28 November 1936 di Jakarta dibentuklah golongan yang pro kepada H.Agus Salim yaitu suatu komite oposisi (sebuah komite yang mau bekerjasama dengan pemerintahan kolonial). Komite itu bernama Barisan Penyadar PSII yang dipimpin oleh Muhammad Rum. Tujuannya adalah ingin menyadarkan PSII bahwa zaman ini sudah berubah. Komite itu dengan tegas membantah sikap nonkooperasi PSII dan mereka sendiri menempuh politik kooperasi. Pada tanggal 13 Februari PSII memecat kaum oposisi dengan alasan bahwa tindakan mereka bertentangan dengan hukum dan sumpah partai yang membuat 29 tokoh terkemuka PSII dipecat termasuklah H.Agus Salim.
Selanjutnya kongres ke 23 di Bandung yang diadakan tanggal 19-25 Juli 1937 antara lain memutuskan mencabut pemecatan atas anggota yang telah dikeluarkan dari PSII. Mereka diberi kesempatan untuk kembali ke PSII. Maka, pada 17 September 1937 PSII bersatu kembali dengan partai asal. Mereka yang kembali bergabung ke PSII yaitu Dr.Sukiman, Wali Al-Fatah dan lainnya.
Namun perdamaian dengan golongan ini (Dr.Sukiman) tidak berlangsung lama. Setelah kongres di Suabaya mereka keluar dari PSII karena tetap tidak setuju dengan politik PSII. Mereka bersedia kembali jikalau PSII: (a) jika PSII mau melepaskan asas hijrah, asas itu tidak boleh dijadikan asas perjuangan melainkan hanya taktik perjuangan; (b) semata mata hanya mengerjakan aksi politik sedang pekerjaan sosial ekonomi harus diserahkan kepada perkumpulan lain; (c) secepatnya mencabut disiplin partai terhadap Muhammadiyah. Namun, PSII menolak permintaan itu. karena penolakan itu maka tanggal 6 Desember 1938 di Solo didirikanlah partai baru bernama Partai Islam Indonesia (PII) yang diketuai R.M.Wiwoho dengan anggota gabungan dari Parii, Muhammadiyah dan Jong Islamitien Bond (JIB)
Selanjutnya, Kartosuwiryo yang membuat pengurus PSII Marah. Ia telah menulis brosur yang terdiri dari dua jilid tentang hijrah tanpa membicarakannya lebih dulu dengan Abikusno. Kartosuwiryo dan beberapa temannya-temannya telah menyatakan bantahannya dengan cara yang dipandang tidak baik atas tindakan PSII menggabungkan diri dalam Gapi. Kartosuwiryo menolak menghentikan penerbitan tulisan itu dan ia mendapat dukungan dari beberapa cabang PSII di Jawa Tengah,sehingga Kartosuwiryo dan 8 cabang PSII di Jawa Tengah dipecat dari partai tahun 1939.
Pada kongres PSII di Palembang tahun1940 diputuskan menyetujui pemecatan atas S.M.Kartosuwiryo. Setelah dipecat, permulaan tahun 1940 Kartosuwiryo mendirikan Komite Pertahanan Kebenaran PSII yang mana tanggal 24 Maret 1940 mengadakan rapat umum di Malangbong, Garut. Dalam rapat itu, diterangkan bahwa akan dijalankan “politik hijrah” juga disiarkan keputusan untuk mengadakan suatu “suffah” yaitu suatu badan yang mendidik menjadi pemimpin-pemimpin yang ahli.
Sehingga berdirilah PSII kedua, dalam hal ini bendera dan nama PSII dipakai dengan menggunakan asas dan anggaran dasar yang sama. Dalam kelompok ini sudah nampak cita-cita teokratis islam yang nantinya akan menjadi dasar perjuangan Darul Islam Kartosuwiryo.
Namun, kesempatan untuk berkembang lebih lanjut lagi terhambat karena keadaan perang. Maka tanggal 10 Mei 1940 karena keadaan darurat habislah riwayat kedua partai tersebut dibidang politik.[43]
D. Pengaruh dan Peran Serikat Islam dalam pergerakan Nasional
1. Pengaruh Sarekat Islam dam Pergerakan Nasional
Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif.
Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah.
Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak.
Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis.[3]
Serikat Islam meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas maupun lapisan masyarakat tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia, terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916. Pada periode awal perkembanganya, Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan sangat baik, hal iti terbukti pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah memiliki anggota sebanyak 360.000 orang, kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta orang. Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang–orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil mencapai lapisan bawah masyarakat yang berabad–abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita. Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada saat itu adalah untuk membantu pemerintah. Namun pada saat kongres Nasional di Madiun pada 17 – 20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai yaitu partai Serikat Islam (PSI), kongres ini pula membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap terhadap pemerintah. Perubahan sikap politik ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai menolak kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut juga sebagai sikap "Politik Hijrah." [4]
2. Peran Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional
Sarekat Islam adalah organisasi yang berjuang untuk Indonesia. Mencoba mempertahankan dan memperjuangkan paham Pan Islamisme yang selalu diusik oleh lawannya dan penyusup.
Sarekat Islam adalah suatu organisasi pergerakan nasional di kalangan kaum muslimin, yang berkembang sebagai organisasi massa rakyat Indonesia yang pertama. Organisasi ini bermula dari Sarekat dagang Islam yang didirikan di Solo oleh H Samanhudi pada akhir tahun 1911. Setelah mengalami masa kejayaannya tahun 1916 sampai 1921, organisasi ini sedikit demi sedikit mengalami kemunduran, karena adanya penetrasi dari kaum Marxis dan perpecahan organisasi akibat perbedaan pandangan politik diantara pemimpin-pemimpin organisasi.
Sarekat Dagang Islam mula-mula didirikan oleh kalangan pedagang batik di desa Lawehan, Solo. Persaingan di bidang batik yang makin meningkat antara pedagang pribumi dan pedagang Cina, dan sikap superioritas orang Cina terhadap orang Indonesia setelah berhasilnya Revolusi Cina tahun 1911, mendorong pedagang-pedagang batik pribumi menghimpun diri. Selain karena alasan diatas, pedagang batik Solo juga merasakan tekanan dari bangsawan setempat. Atas kepeloporan H Samanhudi, saudagar batik dari Lawehan, Solo, dan dukungan R.M. Tirtoadisuryo,seorang wartawan yang pernah mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Jakerta (1909) dan di Bogor (1911), didirikanlah Sarekat Dagang Islam.
Anggaran dasar pertama Sarekat Dagang Islam tertanggal 11 November 1911 dirumuskan oleh R.M. Tirtiadisuryo. Tujuan organisasi menurut anggaran dasar adalah; berikhtiar meningkatkan persaudaraan diantara anggota, dan tolong menolong dikalangan kaum Muslimin; berusaha meningkatkan derajat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta kebebasan Negeri. Organisasi ini berhasil meluas sampai masyarakat bawah.
Hal ini membuat pihak pengusaha khawatir, lebih-lebih setelah kegiatan para anggota di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh pengurus setempat. Kerusuhan meningkat dan perkelahian yang melibatkan orang Cina kerap terjadi. Pemogokan dilancarkan oelh pekerja di perkebunan Krapyak di Mangkunegaran. Pihak penguasa menganggap hal ini disebabkan oleh Sarekat Dagang Islam. Oleh sebab itu, pada awal agustus 1912, residen Surakarta segera membekukan organisasi ini, SDI dilarang menerima anggota baru dan mnegadakan rapat-rapat. Penggeledahan terhadap tokoh-tokoh organisasi dilakukan, tetapi tidak menemukan bukti-bukti bahwa SDI memang berbahaya.
Pada tanggal 26 Agustus 1912, pembekuan ini dicabut dengan syarta bahwa anggaran dasar organisasi ini diubah, dan organisasi ini terbatas di daerah Surakarta saja. Sekalipun demikian, tetapi anggota SDI terus bertambah, tidak saja di Surakarta tetapi di daerah lain di Jawa.
Sementara itu di lingkungan organisasi muncul pemimpin baru yakni H. Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto. Tanpa memperhatikan persyaratan yang dituntu Residen, Tjokroaminoto menyusun anggaran baru: organisasi ini dinyatakan meliputi seluruh Indonesia, dan kata “dagang” dihapuskan. H. Samanhudi diangkat menjadi ketua Sarekat Islam (SI), dan Tjokroaminoto Komisaris. Anggaran dasar organisasi ini disahkan dengan akta di Surabaya pada tanggal 1912, dan segera diajukan kepada pemerintah guna mendapatkan persetujuan.
Dilihat dari anggaran dasar yang baru, peran Sarekat Islam dalam pergerakan Nasional diantaranya adalah:
1. Mengembangkan jiwa dagang,
2. Menberi bantuan kepada anggota yang menderita kesukaran,
3. Memajukan perngajaran dan memajukan semua yang dapat mengangkat derajat warga pribumi, dan
4. Menentang pendapat-pendapat keliru tentang Islam.
Tujuan politik tidak disinggung-singgung dalam anggaran dasar ini. Akan tetapi dalam kenyataannya, seluruh kegiatan SI tidak lain adalah daripada untuk mencapai suatu tujuan kenegaraan. Keadilan dan kebenaran selalu diperjuangkan dengan gigih oleh organisasi, misalnya terhadap praktik-praktik penindasan dari pemerintah. Dalam kongresnya yang pertama pada bulan Januari 1913, Kegiatan SI bersifat menyeluruh kepada segenap pelosok tanah air.
Dalam kongres ditetapkan wilayah SI dibagi tiga bagian, Wilayah Jawa Barat yakni Jawa Barat, Sumatra dan pulau-pulau daerah Sumatra, wilayah jawa Tengah yang meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan, wilayah Jawa Timur yang meliputi Jawa Timur, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa dan pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia Timur. Cabang-cabang SI ini berada di bawah pengawasan SI pusat di Surakarta, yang dikertuai oleh H. Samanhudi.
Pemerinatah Hindia Belanda sangat berhati-hati menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur Revolusioner ini. Pemerintah akhirnya menolak memberikan pengakuan terhadap SI pusat, dan hanya memberikan pengakuan terhadap SI lokal. Sampai tahun 1914 ada 56 SO lokal ayng diakui badan hukumnya. Keputusan ini tentu saja mempengaruhi struktur organisasi SI. Struktur pusat dan cabang yang ditetapkan dalam kongren tidak dapat diterapkan. Jalan keluar dicari, persyaratan dari pemerintah dipenuhi, tetapi juaga dikembangkan kerja sama antara SI lokal. Untuk itu, dalam suatu pertemuan di yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk membuat pengurus sentral.
Pada tahun 1915 didirikanlah Central Sarekat Islam (CSI) berkedudukan di Surabaya, yang tujuannya memajukan, membantu, dan memelihara kerja sama antara SI lokal. Pengurus CSI terdiri atas H. Samanhudi sebagai ketua kehormatan, Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Gunawan sebagi wakil ketua. Semua SI lokal merupakan anggota CSI. Pada tanggal 19 Maret 1916, CSI ini baru diakui pemerintah dengan syarat wajib mengawasi tindakan-tindakan pengurus dan SI lokal. Sementara itu, jumlah anggota dan cabang SI terus berkembang dengan pesat, dan SI menjadi organisasi massa yang pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan politik Indonesia.
Pada tahun 1916, cabang SI lokal di sleuruh Indonesia berjumlah 181 cabang, dengan anggota seluruhnya 700.000 orang. Jumlah cabang yang mengikuti kongres tahun ini sebanyak 75 cabang. Sebagai perbandingan, Budi Utomo di masa kejayaannya tahun 1909 hanya memiliki anggota 10.000 orang.
Pada periode stelah 1916, wawasan SI adalah wawasan nasional yang bertujuan terbentuknya suatu bangsa. Inilah sebabnya sejak tahun 1916 ini kongres tahunan SI disebut kongres Nasional. Dalam kongres Nasional SI pertama tahun 1916, berhasil dirumuskan sifat politik SI, yang kemudian disahkan pada kongres Nasional partai yang kedua tahun 1917. Isi pokok politik organisasi, antara lain, mengharapkan hancurnya kapitalisme yang jahat dan memperjuangkan agar rakyat pada akhirnya nanti dapat melaksanakan pemerintahan sendiri.
Sejalan dengan perkembangan SI yang sangat pesat, orang-orang sosialis yang tergabung dalam ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereneging) seperti Sneevliet, P. Bergsma, H.W. Dekker berusaha memanfaatkan SI sebagai jembatan ISDV kepada massa rakyat Indonesia. Dengan menggunakan taktik infiltrasi, orang-orang sosialis ini berhasil menyusup ke tubuh SI, dan menyebarkan paham Marxis di lingkungan anggota SI.
Dalam satu tahun, Sneevliet dan kawan-kawannya telah memiliki pengaruh yang cukuup kuat di kalangan anggota SI. Keadaan buruk akibat perang Dunia I, panen padi yang jelek, serta ketidakpuasan buruh perkebunan terhadap upah ayng rendah merupakan isu-isu yang menguntungkan bagi propaganda mereka. Selain itu, CSI sebagai koordinator SI lokal masih lemah dan kondisi kepartaian pada waktu itu memungkinkan seseorang sekaligus menjadi anggota beberapa partai. Ini semua memudahkan mereka melakukan Infiltrasi ke tubuh SI. Banyak anggota SI yang ditarik menjadi anggota ISDV. Bahkan Sneevliat berhasil menarik beberapa pemimpin muda SI menjadi pemimpin ISDV. Yang terpenting adalah Semaun dan Darsono. Mereka berdua tahun 1916 menjadi SI cabang Surabaya. Semaun kemudian pindah ke Semarang, dan menjadi pemimpin SI Semarang, yang sebelumya memang telah menerima banyak pengaruh dari Sneevliet. Semarang sendiri merupakan tempat pertama kali ISDV didirikan tahun1914. Dengan usaha Semaun yang gigih, SI Semarang mengalami perkembangan peesat. Pada tahun 1916 anggotang sudah 1700 orang, dan tahun1917 berjumlah 20.000 orang.
Semaun, Darsono dan kawan-kawannya, yang berorientasi Marxistis, senantiasa melancarkan oposisi terhadap kepemimpinan Tjokroaminoto. SI Semarang tidak hanya menyerang pemerintah dan kapitalis asing, tapi juga menyerang CSI. Hal ini menimbulkan krisis kepemimpinan dalam organisasi SI. Sementara pertentangan antara pendukung paham islam dan pendukung paham Marxis terus bergolak. CSI melihat munculnya kesulitan-kesulitan dengan SI Semarang adalah akibat keterlibatan ISDV. Oleh sebab itu, dalam kongres SI bulan Oktober 1917, organisasi memutuskan segala hubungan organisasi dengan ISDV.
Pertentangan tentang haluan politik partai telah muncul dalam kongres Nasional kedua tahun 1917. Ditegaskan dalam kongres bahwa tujuan perjuangan organisasi adalah terwujudnya pemerintahan sendiri, dan menentang segala bentuk penghisapan oleh kapitalis. Akan tetapi terdapat dua pendirian yang saling bertentangan. Abdul Muis dan H. Agus Salim berpendirian bahwa untuk mencapai tujuan organisasi perlu ditempuh dengan cara-cara yang legal. Sementara Semaun dan Darsono, berpendirian bahwa apabila ingin mencapai apa yang dicita-citakan, organisasi harus meninggalkan segala bentuk kerja sama dengan pemerintah.
Dalam pembahasan Volkskraad yang akan dibentuk pemerintah, pertentangan diantara kedua kubu inipun terjadi. Abdul Muis menganggap Volkskraad sebagai langkah untuk mendirikan dewan perwakilan yang sebenarnya, dan dengan ikut dalam volkskraad, SI dapat membela kepentingan rakyat. Semaun berpendirian lain. Volkskraad baginya hanyalah akal kaum kapitalis untuk mengelabui rakyat jelata guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Abdul Muis dan kawan kawan lebih mendapat dukungan, dan diputuskan bahwa SI tetap bergerak melalui jalan legal, dan ikut berpartisipasi dalam Volkskraad.
Sarekat Islam kemudian ikut dalam musyawarah Komite Nasional pada tahun 1917 tentang pemilihan anggota-anggota Indonesia untuk Volkskraad yang akan dibentuk. H.O.S. Tjokroaminoto akhirnya diangakat oleh pemerintah menjadi anggota Volkskraad setelah volkskraad dibentuk tahun 1918. Sementara itu, abdul Muis menjadi anggota volkskraad yang terpilih.
Pertentangan antara kubu Abdul Muis dan Kubu Semaun ini terjadi dalam hal Indie Weerbar Actie (aksi Ketahanan Hindia). Terjadi perbedaan yang tajam antara mereka, tidak hanya pertikaian antara dua kubu, tetapi meluas sampai masalah-masalah pribadi. Pertikakaian ini kmeudian diselesainkan secara resmi dalam kongres Nasional SI di Surabaya pada tahun 1918 bulan Oktober dengan keduanya membatasi setiap pertentangan yang muncul. Akan tetpai usaha tersebut juga tidak mampu menjembatani kedua kubu ini.
H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis menjadikan Volkskraad sebagai forum untuk mengemukakan tuntunan-tuntunan partai seperti yang diputuskan dalam kongres. Keduanya bekerja sama dengan wakil-wakil lain yang sehaluan dalamm fraksi Radicale Concentratie dengan maksud mempercepat realisasi badan perwakilan sesungguhnya. Akan tetapi masalah pertisipasi partai di Volkskraad menghangat kembali setelah penolakan dewan atas morsi partai unutk mengurangi luas tanah yang dipergunakan untuk penanaman tembakau.
Beberapa pemimpin SI yang pada mulanya menyetujui partisipasi partai dalam volkskraad mulai mempersoalkan perlu dan tidaknya partisipasi ini. Sosrodarsono, sekretaris CSI, menuntut agar Tjokroaminoto dan Abdul Muis meninggalkan dewan. Sikap Si terhadap volkskraad kemudian berubah sama sekali. H. Agus Salim yang semula sangat mendukung SI dalam volkskraad mencap bahwa volkskraad tidak lebih dari “komedi kosong”, demikian juga Indiee Weerbaar Actie. SI mulai bersikap lebih radikal. Jika pada tahun 1915-1916an semboyan SI masih “kerjasama dengan pemerintah untuk kepentingan Hindia”, pada tahun 1918 semboyan ini berubah menjadi menentang pemerintah dan kapitalis yang jahat.
Dalam Kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, yang dihadiri oleh 87 SI lokal, pemerintah jajahan dikecam dengan hebat. Pemerintah dituduh hanya melindungi kepentingan kapitalis tanpa menghiraukan nasib rakyat kecil. Pegawai-pegawai pemerintah pribumi dicap sebagai alat penyokong kapitalis. SI menuntut perbaikan syarat-syarat perburuhan, adanya pemerintahan sendiri, adanya undang-undang kepemilikan, hak angket dan interpelasi volkskraad, perwakilan yang seimbang, dan lain-lain.
Sejalan dengan perubahan haluan politik SI ke arah non kooperasi, golongan marxis mendapatkan jabatan di dalam tubuh CSI. Sehingga mereka memiliki pengaruh yang semakin kuat. Pada kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, Darsono, Prawoto Sudibyo dan Semaun mendapatkan kursi di CSI yang baru. Walaupun H.O.S tjokroaminoto dan abdul Muis masih menjabat sebagai presiden dan wakil presiden. Kepengurusan dari kaum marxis tersebut merupakan sebuah kemajuan besar bagi golongan itu. Pada Kongres Nasional SI tahun 1919 masalah kelas sedang menghangat. Dalam kongres disusun serikat buruh dan dibentuk vaksentraal buruh. Kemudian semuanya dibuktikan dengan berdirinya PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh) pada 15 Desember 1919.
Pemebentukan serikat ini menimbulkan persaingan antara Abdul Muis, H. Agus Salim dan kawan-kawan dengan Semaun, Darsono dan kawan-kawan. Kedua pihak menginginkan menguasai PKBB tersebut. Suryopranoto sebagai wakil presiden PPKB ingin memindahkan pusat PPKB dari Semarang ke Yogyakarta. Semaun menuduh hal ini sebagai usaha untuk menghapuskan kaum komunis. Kedua belah pihak saling mnegecam. Pada tahun 1921 bulan Juni Semaun menyatakan PKBB bubar dan diganti dengan Revolutionare Vakcentrale, nama yang sebelumnya diusahakan oleh Komunis saat penamaan PPKB. Pembubaran ini tidak diakui oleh Suryopranoto, dalam rapat yang diadakan bulan Juli 1921 ditegaskan bahwa PPKB masih berlanjut.
Pada tahun ini SI berada di puncak kejayaan. Dengan memiliki jutaan anggota. Namun di tahun ini juga merupakan titik balik perkembangan SI. Pertentangan, pertikaian, perbedaan ideologi menjadi corak yang dalam kubu SI kini. Masalah-masalah tersebut membuat keretakan dalam hubungan organisasi.
Dalam kongres Istimewa bulan Maret tahun 1921 yang diselenggarakan di Yogyakarta dilakukan penyusunan tafsir baru, antara lain mengenai kompromi antara kelompok yang bertikai. Walaupun demikian, orang yang terpengaruh ISDV selalu menjadi Oposisi kebijakan yang dilakukan oleh SI. Ini menimbulkan kebencian terhadap kaum komunis yang mendorong SI untuk mengeluarkan golongan komunis dari tubuh SI.
Dalam kongres di Surabaya pada bulan Oktober tahun itu juga dibahas mengenai disiplin partai. Diputuskan bahwa anggota SI dilarang untuk memiliki organisasi ganda. Mereka harus memilih atau keluar dari SI. Beberapa SI lokal menentangnya, seperti dari Salatiga, Semarang, Sukabumi dan Bandung. Akan tetapi suara terbanyak menyetujui disiplin partai tersebut. Maka dari itu anggota SI menyusut. Anggota yang terpengaruh ISDV keluar dari SI. Untuk menggairahkan kembali organisasi, maka SI mulai bergerak ke arahh keagamaan. Dibentuklah Komite Kongres Al Islam bersama dengan Muhammadiyah dengan mencoba menyebarkan paham Pan Islamisme. Hubungan dengan gerakan islam di luar negri segera diusahakan.
Kepercayaan partai kepada pemerintah perlahan menurun, lalu lenyap dengan segera. Sehingga organisasi benar-benar bersifat non kooperatif. Penahanan Tjokroaminoto oleh pemerintah selama kurang lebih tujuh bulan dari 1921-1922 karena tuduhan keterlibatan dengan gerakan SI afdeeling B di Jabar, menghilangkan kesediaan partai untuk patuh pada pemerintah.
Dikalangan SI muncul gagasan untuk melakukan reorganisasi. Susunan organisasi lama dianggap sudah tidak cocok. Juga dapat membahayakan kepemimpinan organisasi. SI lokal dapat bergerak lebih bebas dibandingkan CSI yang bertanggung jawab atas tindakan SI lokal. Maka dalam kongres ketujuh bulan Februari 1923 dibahas kemungkinan SI untuk mundur dari volkskraad. Dalam kongres ini pula diputuskan akan adanya reorganisasi. SI akhirnya diubah menjadi Partai Sarekat Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Dari adanya pemaparan di atas tentang Sarekat Islam, makadapat kita tarik kesimpulan, bahwasanya :
1. SDI pertama kali didirikan di Sola pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Kyai Haji Samanhudi dibantu oleh M. Asmadimejo, M. Kertokirono, dan M. H. Rojak. Motif utama dididrikannya organisasi ini adalah berusaha menerapkan sistem ekonomi Islam di dunia perdagangan Indonesia, khususnya bagi pedagang batik di Solo.
Sebelum lahirnya SDI, terjadi diskriminasi tajam yang sengaja dilakukan pihak bangsawan kepada masyarakat biasa. Juga sangat menonjol sikap angkuh dan superioritas dari kalangan pedagang China kaya yang banyak mendominasi perdagangan pada saat itu. Maka, SDI dimaksudkan sebagai benteng untuk menentang si superioritas dan dominasi pedagang China sekaligus mendombrak deskriminasi bangsawan yang bertindak sewenang-sewenang terhadap masyarakat awam
2. Sarekat Islam yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Menurut analisis tokoh-tokoh Sarekat Islam, munculnya ISDV yang dikembangkan oleh orang Belanda H.J.F.M Sneevliet merupakan usaha pemerintah Belanda untuk menggoncang kestabilan Sarekat Islam, sekaligus pemecah belah dari akar tubuh Sarekat Islam karena pemerintah memang khawatir dengan semakin kuatnya posisi Sarekat Islam. Usaha H.J.F.M Sneevliet berhasil setelah mampu mempengaruhi pimpinan Sarekat Islam di Semarang yang waktu itu dipegang oleh Semaon, dengan masuknya ketubuh ISDV.
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan dasar dan cara yang berbeda (atheis-komunisme).
3. Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap, karena disiplin partai yang tidak memperbolehkannya.
Sekeluarnya dari Sarekat Islam, mereka semakin giat melakukan propaganda dalam usaha memasyarakatkan ideologi sosialis, bahkan tidak sekedar propaganda, mereka juga memfokuskan gerakan-gerkan yang bersifat “phsyie”(kejiwaan). Puncak peristiwa adalah ketika mereka memprolamasikan berdirinya PKI, kemudian mengadakan pemberontakan di daerah Jawa Tengah dan Sumeatera Barat pada tahun 1926. Kelompok ini lebih dikenal dengan Sarekat Islam Merah (Sosialis Indonmesia). Sementara Sarekat Islam yang tulen dan Islamis disebut Sarekat Islam Putih.
4. Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif.
Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah.
Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak.
Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis. Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil mencapai lapisan bawah masyarakat yang berabad–abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita.
(BIBLIOGRAFI)
DAFTAR PUSTAKA
Ø M. Abdul Karim, IslamNusantara (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
Ø M. Mansyur Amin, Dinamika Islam: Sejarah Transformasi danKebangkitan (Yogyakarta: LKPSM, 1995)
Ø Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam DirasahIslamiyah II (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
Ø Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia(Bandung: Mizan, 1996)
Ø Deliar Noer, Gerakan Modern Islam diIndonesia 1900-1942(Jakarta: LP3ES, 1980),
Ø Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dariKolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999)
Ø George Mc Turnan Kahin, Nasionalisme danRevolusi di Indonesia, terj. Nin Bakdi Soemanto (Surakarta: UNS Press, 1995)
Ø Tim Prima Pena, KamusIlmiah Popular (Jakarta: Gitamedia Press, 2006)
Ø Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, SejarahNasional Indonesia, Jilid V (Jakarta: Balai Pustaka, 1993)
Ø M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, terj. Dharmono Hardjowidjono (Yogyakarta: Gadjah mada University Press, 2005)
Ø L. M. Sitorus, SejarahPergerakan dan Kemerdekaan Indonesia(Jakarta: Dian Rakyat, 1987)
Ø http://www. Islamina. Blogspot.com/., diaksese tanggal 15 Februari 2009
Ø A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan RakyatIndonesia (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950)
Ø Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Kurnia Islam Semesta, 2003)
Ø Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003),
Ø Deden Fathurrahman dan Wawan Sabri, PengantarIlmu Politik (Malang: UMM Press,2002)
Ø Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992)
Ø Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005)
Ø http://www.hupelita.com/baca phd?id=23605.
Ø Solahuddin, NII sampai JL; Salafi Jihadisme di Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011)
Ø Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: PT Pustaka Setia. 1997.
Ø Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,
Ø Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006).
Ø Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1996)
Ø “H.O.S Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangannya”, Karya Amelz, Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
Ø AM Suryanegara, “Api Sejarah jilid 1”, Jakarta: Salamadani, 2009
Ø Lukman Santoso, Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam, (Jogjakarta, September 2014)
Ø AzyumardiAzra,“Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
Ø Mc. Vey, “ The Rise of Indonesian Communism”, Ruth. Ithaca.NY: Cornell University Press, 1965.
Ø “HOS Tjokroaminoto” Sosialisme di dalam Islam, dikutip dari Islam, Sosialisme dan Komunisme (editor: Herdi Sahrasad), Jakarta: Madani Press, 2000.
Ø http://kendakaku.blogspot.com/2014/05/latarbelakangperkembangankemunduran.html
[1] M. Abdul Karim, Islam Nusantara(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 69
[2]M. Mansyur Amin, Dinamika Islam:Sejarah Transformasi dan Kebangkitan (Yogyakarta: LKPSM, 1995), hlm. 117
[3]Badri Yatim, SejarahPeradaban Islam DirasahIslamiyah II (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 259
[4] Ahmad Mansur Suryanegara, MenemukanSejarah Wacana PergerakanIslam di Indonesia(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 200
[5] Amin, Dinamika, hlm. 119
[6] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam diIndonesia 1900-1942(Jakarta: LP3ES, 1980), hlm. 114-115
[7] Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dariKolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 107.
[8] George Mc Turnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusidi Indonesia, terj. Nin Bakdi Soemanto (Surakarta: UNS Press, 1995), hlm. 85
[9] Usaha penyebaran agama Kristen Protestan; badan penyelenggara penyebaran agama Kristen Protestan: Tim Prima Pena, KamusIlmiah Popular (Jakarta: Gitamedia Press, 2006), hlm. 509.
[10] Suryanegara,Menemukan, hlm. 250-251
[11]Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid V (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 184.
[12]Afdeling B merupakan suatu organisasi yang tertutup atau oragnisasi di bawah tanah yang secara resmi tidak mempunayi hubungan apapun dengan SI.
[13] M. C. Ricklefs, SejarahIndonesia Modern, terj. Dharmono Hardjowidjono (Yogyakarta: Gadjah mada University Press, 2005), hlm. 262-263.
[14] L. M. Sitorus, Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia (Jakarta: Dian Rakyat, 1987), hlm. 21
[15] http://www. Islamina. Blogspot.com/., diaksese tanggal 15 Februari 2009
[16] Wargo ialah warga; rumekso= proteksi, perlindungan. Pemikiranwargorumeksoini telah dibicarakan dalam kongres kelima Sarekat Islam pada bulan maret 1921: Noer, Gerakan, hlm. 146.
[17] http://www. Islamina. Blogspot.com/., diaksese tanggal 15 Februari2009, dan Volksraad dibuka pada 18 Mei 1918. pembicaraan-pembicaraan di parlemen Belanda tentang masalah Volksraaddimulai pada tanggal 16 Desember 1916, dan hal ini menghidupkan pembicaraan di Indonesia tentang masalah perwakilan itu. Volksraad mempunyai fungsi yang sangatterbatas, sedangkan anggota- anggotanya hanya sebagiansaja yang dipilih: A. K. Pringgodigdo, SejarahPergerakan RakyatIndonesia (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 96-97.
[18] Noer, Gerakan, hlm. 159-160
[19] Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Kurnia Islam Semesta, 2003), hlm. 27
[20] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003), hlm. 173
[21] Deden Fathurrahman dan Wawan Sabri, PengantarIlmu Politik (Malang: UMM Press,2002), hlm. 10
[22] Ibid.
[23] Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hlm. 52-53.
[24] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 30.
[25] Ibid., hlm. 8
[27] Ibid., hlm. 10-11.
[28] Ibid.,hlm. 12-13
[29] http://www.hupelita.com/baca phd?id=23605., diakses tanggal 15 Februari 2009
[30] Solahuddin, NII sampai JL; Salafi Jihadisme di Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), hlm. 53-56
[31] Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: PT Pustaka Setia. 1997. Hlm 126-127
[32] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, hlm. 120
[33] Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 28
[34] Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, hlm. 40
[35] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), hlm. 121-122
[36] Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: PT Pustaka Setia. 1997. Hlm 127
[38] AM Suryanegara, “Api Sejarah jilid 1”, Jakarta: Salamadani, 2009
[39] Lukman Santoso, Sejarah Terlengkap Gerakan Separatis Islam, (Jogjakarta, September 2014), hlm. 50
[40] Azyumardi Azra, “Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
[42] “HOS Tjokroaminoto” Sosialisme di dalam Islam, dikutip dari Islam, Sosialisme dan Komunisme (editor: Herdi Sahrasad), Jakarta: Madani Press, 2000.
COMMENTS